Yahya Cholil Staquf Harap Pesantren Jadi Lembaga Intelektual Yang Menentukan Warna Masyarakat

Illustrasi Foto (Kemenag RI Provinsi Sulawesi Selatan)

Makassar, (Inmas_Sulsel) -- Apresiasi tinggi terhadap berbagai gagasan yang sedang dikembangkan kementerian agama terlebih yang terkait dalam dunia pesantren merupakan dinamika yang luar biasa dirasakan dunia pesantren selama lebih dari 100 tahun terakhir, dan mencapai puncak intensitasnya sekitar tahun 1980an. 

Kegelisahan terkait dengan hal yang menyangkut pesantren ini bagi pesantren misalnya sudah menjadi kegelisahan yang begitu lama sekali, disampaikan Katib A’am Syuriah PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf dihadapan Puluhan peserta Orientasi Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren, Senin, (06/06) di Novotel Hotel Makassar.

Menurutnya, Saat ini Kementerian Agama mengembangkan gagasan Rekognisi Pondok Pesantren dan Kemandirian Pondok Pesantren, 2 topik menjadi  tema utama pergulatan berpuluh-puluh tahun terakhir.


Pertama, Rekognisi bermakna sejauh mana produk pesantren diakui oleh dunia, mungkin sekarang situasinya sudah berbeda, namun dulu ditahun 70an sangat mecolok sekali,  Ada produk perguruan tinggi dengan gelar yang diakui secara resmi dan mendapat akses penuh kepada sesuatu yang memiliki nilai ekonomi termasuk didalam birokrasi pemerintahan misalnya, namun melihat kapasitas intrinsik sebetulnya jauh dari kapasitas produk pesantren, urainya.

Karena kemudian gara-gara kesan bahwa produk pesantren yang kurang diakui, banyak kemudian mereka yang punya latar Pendidikan pesantren tidak berani mengandalkan pesantren sebagai latar Pendidikan.

Sehingga menurut Gus Yahya, Rekognisi diharapkan dapat membuat produk pendidikan pesantren yang sesungguhnya sudah terbukti, teruji, dapat dihargai, diakui dan mendapatkan kesempatan yang adil sesuai dengan kapasitasnya.

Kedua, Kemandirian pesantren terhadap sumber daya untuk menyediakan fasilitas bagi pesantren. prioritas memberdayakan ekonomi masyarakat dan mempertahankan keberlangsungan hidup pesantren. 

Sesungguhnya, Pesantren dan masyarakat sekitarnya memiliki sumber daya ekonomi yang bila dikelola dengan baik bisa menjadi potensi ekonomi yang berkelanjutan.


Masalahnya adalah karena kita ini memiliki idealisme yang tumbuh dari akar tradisi yang dalam sekali dengan sejarah yang jauh kebelakang, tradisi yang begitu lamanya tumbuh sehingga kita semua masih percaya nilai transenden yang sakral, tetapi kini kita memasuki dunia yang tiba-tiba berubah yang ukuran-ukuran konstruksinya berbeda sama sekali dari masa kejayaan pesantren.

Jangan mengira, dengan semakin banyaknya pesantren dan semakin berkembangnya Lembaga Pendidikan pesantren menjadi semakin canggih dengan fasilitas yang semakin modern, ini adalah masa kejayaan pesantren, saya katakan tidak, tegasnya.

Masa kejayaan pesantren ada dimasa yang jauh ketika pesantren menjadi Lembaga intelektual yang menentukan warna masyarakat, Ketika berfungsi sebagai aktor utama kepemimpinan masyarakat, masa ketika pesantren menjadi pusat-pusat pengembangan komunitas, transformasi komunitas dari keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik yang justru ada dalam kenyataan sekitar 100-200 tahun lalu ketika pesantren ini menjadi lembaga utama dari komunitas-komunitas.

Untuk itulah harapan besar pesantren dapat menjadi wadah kepemimpinan komunitas yang merdeka yang secara sosial politik tidak berada secara ketat dibawah kekuasaan siapapun, secara budaya menghidupi nilai-nilainya sendiri dan secara ekonomi sustainable, mampu menghidupi dirinya sendiri, inilah komunitas pesantren yang sesungguhnya.

Dengan nilai-nilai yang bukan hanya berorientasi duniawi namun juga berdaya secara spiritual, dimana orang tidak hanya mengejar keberhasilan duniawi namun juga mengejar pengembangan kapasitas rohani.


Wilayah LAINNYA