Parepare, (Inmas Parepare) - Tanah Air Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Pasca reformasi yang ditandai terbukanya tirai demokratisasi, hal ini menjadi pintu dan lahan subur bagi paham-paham Islam radikal.
Dengan adanya gerakan dan paham-paham Islam radikal yang biasa dibawa oleh muslim garis keras itu mengundang phobia bagi umat muslim dengan umat muslim lainnya yang berpakaian ala ke Arab-arab yaitu memakai cadar serta celana cingkrang, padahal paham radikal sebenarnya tidak hanya dari paham keagamaan, tapi bisa saja dari ekonomi, politik, serta sosial.
Viralnya beberapa informasi tentang paham-paham radikalisme, mengundang ideologi-ideologi instansi serta kepemudaan untuk menggelar dialog-dialog kebangsaan untuk lebih memahami cinta tanah air dan menangkal paham radikalisme.
Beberapa hari yang lalu, Organisasi Kepemudaan di Kota Parepare yaitu DPD KNPI menggalang siswa-siswi SMA sederajat, instansi pemerintahan, tokoh-tokoh agama serta berbagai OKP se Kota Parepare untuk menggelar Dialog Kebangsaan di Ball Room Hotel Kenari Lt 2, Kamis (21/11/2019).
Terlihat di spanduk kegiatan, kambing hitam diidentikkan dengan radikalisme yang bermakna segala bentuk peristiwa teror keagamaan adalah buah dari paham radikalisme. Hal ini yang menjadi perbincangan hangat dalam dialog kebangsaan yang dihadiri ratusan peserta dari berbagai kalangan.
Menghadirkan beberapa kalangan cendikiawan muslim untuk membahas penangkalan paham radikalisme, seperti Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Zainal Arifin, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulum (PC NU), Hannani Yunus, Tokoh Muhammadiyah, Dr. Jamaluddin, serta Pendeta Joni Pune.
Keempat narasumber menyepakati jika radikal dapat dimiliki setiap orang untuk menjalani kehidupan sehari-sehari, tapi jika melanggar hukum serta norma-norma agama, disebutlah paham radikalisme.
Pada kesempatan ini pula, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah (Kasi Penmad) Kementerian Agama Kota Parepare, Muhammad Idris Usman yang mewakili Kakan Kemenag Parepare ikut mengomentari Paham Radikalisme dengan menceritakan sejarah Rasulullah.
"Dalam Sirah Nabawiyah jilid II karangan Ibnu Hisyam, Rasulullah saw. dan para sahabatnya memang pernah mengeksekusi kurang lebih 300 orang dalam perang Ahzab karena mereka mengkhianati Piagam Madinah, mereka mengkhianati negara Madinah", ucap Muhammad Idris Usman.
Jadi, hukuman mati yang dilakukan oleh Rasulullah bukan karena latar belakang agama akan tetapi adanya masyarakat Madinah berkhianat terhadap negaranya. Jadi, menurut saya, Madinah di sini dalam konteks "Madinah is a state", tambahnya.
Ia melanjutkan, pada diri Rasulullah terdapat uswatun hasanah pada diri Rasulullah Saw yang selalu dicontohkan kepada para sahabatnya.
"Salah satunya dalam konteks kemanusiaan atau ukhuwah basyariyyah, dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW pada suatu saat berdiri ketika ada jenazah non-muslim lewat di depannya, lalu Rasulullah berdiri. Pada saat itu, salah seorang sahabat menanyakan bahwa mengapa Rasulullah berdiri padahal dia bukan muslim. Rasulullah menjawab, "Saya berdiri atas dasar kemanusiaan dan yang lewat itu adalah jenazah seorang manusia", tegas kasi penmad.
"Kita bisa melihat kebaikan-kebaikan terhadap Rasulullah SAW, karena beliau ingin memperlihatkan siklus kebaikan yaitu ketika kebaikan kita lakukan maka kebaikan pulalah yang kita akan dapatkan", tutupnya.(str/win)