Kemenag Maros

DPD PGMI Kabupaten Maros Gelar Seminar Nasional Penguatan Moderasi Beragama

Maros (Humas Maros)-Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Guru Madrasah Indonesia (DPD PGMI) Kabupaten Maros mengadakan seminar penguatan moderasi beragama. Kegiatan berlangsung di hall Grand Waterboom Maros, Sabtu (25/5/2024).

Ketua DPD PGMI Kabupaten Maros, Muh. Akib, melaporkan bahwa target peserta 300 guru. “Alhamdulillah hari ini lebih dari target. Bahkan ada peserta dari Kabupaten Pangkep.

“Ini bagian dari upaya guru di Kabupaten Maros melakukan penguatan moderasi beragama di madrasah, ini butuh pemahaman yang matang.”

Sekretaris DPW PGMI Sulsel Darmawati, mengapresiasi kegiatan dan menyebut ghirah insan Kemenag Kabupaten Maros sangat luar biasa. “Terkait peningkatan kompetensi, dan isu yang berkembang terkait pendidikan di Kabupaten Maros, forum-forumnya selalu ramai dan dinamis.

Selanjutnya, dirinya mengurai peran strategis PGMI dalam meningkatkan kompetensi guru di madrasah, terutama terkait dengan program prioritas Kemenag, moderasi beragama.

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kabupaten Maros H. Muhammad, di hadapan para guru mengurai empat indikator utama moderasi beragama.

“Saya akan mengurai makna moderasi beragama. Bahwa negara ini, bukan hanya umat Islam perjuangkan tetapi ada juga andil penganut agama lain. Jadi dengan moderasi beragama menjadi teropong kepada kita untuk bisa menoleh ke belakang, bahwa kebangsaan kita dibangun dari berbagai latar belakang suku, agama, dan bahasa yang beragam. Ini harus kita harus terima, sehingga bisa hidup bersama.

“Kedua toleransi harus kita junjung tinggi, karena dalam suasana sekarang kita sangat dekat hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain. Dari madrasah harus lahir generasi hebat, yang juga kuat akidahnya.

“Ketiga, anti kekerasan, tidak ada ajaran agama yang mengajarkan kekerasan. Tidak boleh ada yang mengatasnamakan agama untuk melakukan kekerasan.

“Kemudian, menghargai budaya lokal. Penganut keyakinan lokal seperti di Tolotang dan Kajang harus dihargai dan diterima dalam bingkai NKRI.

“Di Maros akan dibuka madrasah inklusi, siapa tahu ada pejabat yang menginginkan anaknya di madrasah. Misal dia beragama lain, silakan diterima. Dengan catatan, tidak boleh memberikan pelajaran agama Islam, tidak boleh diajarkan. Kalau pelajaran agamanya, ada penyuluh agama Kristen kami yang akan mengajar. Jangan ditolak, mereka harus diterima.”

Kasubtim Kurikulum dan Evaluasi MA/MAK Kemenag RI Dr. Zulkifli, dalam seminar ini juga menyampaikan bahwa Kemenag telah melakukan deklarasi madrasah inklusif.

“Dalam praktiknya, tidak membedakan siswa dalam satu pembelajaran. Karena ada siswa berkebutuhan khusus. Guru harus siap.

“Kurikulum merdeka fleksibilitas, jam pelajaran diatur pertahun, agar ada ruang melakukan pendekatan kepada siswa yang memiliki pengetahuan bergambar tas. Pendekatan berdasarkan kemampuan siswa.

“Pendekatan ini sangat menyesuaikan dengan kebutuhan siswa, beragam kebutuhan siswa, maka pendekatan juga harus diferensiasi.

“Kurikulum merdeka belajar, siswa itu otomatis naik kelas, karena berdasarkan fase. Asesmen hanya memetakan kemampuan siswa, karena berdasarkan penilaian, kalau tinggal kelas, juga tidak meninggikan hasil penilaian, karena beban psikologis. Diperkuat, bukan hanya kemampuan akademik, tapi kemampuan karakter, makanya harus berkelanjutan.

“Tantangan kurikulum merdeka belajar, melakukan pendekatan yang fleksibel sesuai kebutuhan siswa. Materi sesuai kebutuhan siswa, tidak hanya melihat nilai, tapi asesmen pada proses. Siswa belajar sambil dinilai. Ketika siswa tidak tahu langsung dikasih tahu, bukan dikasih PR. Asesmen di kurikulum ini, terus menerus, karena kemampuan siswa dilihat berkesinambungan.”

Selanjutnya, dalam arahan sekaligus menutup kegiatan, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan (Kakanwil Kemenag Sulsel) H. Muh. Tonang mengharapkan bukti implementasi moderasi beragama, mewujud dalam praktik keseharian dan menjadi sebuah sistem dalam lingkungan kerja.

“Program ini, kita mau menjadi sebuah sistem, terinternalisasi dalam tugas fungsi, di pelayanan pendidikan, keagamaan dan bisa mensupport seluruh kegiatan di Kementerian Agama,” jelas Kakanwil HM. Tonang

“Moderasi beragama juga berkaitan dengan interaksi kemanusiaan kita. Bukan soal agama saja, tetapi juga menyangkut hubungan tata kelola pemerintahan. Di pelayanan publik, kita harus implementasi moderasi beragama bisa mewujud dalam sikap.” (Ulya)

 


Daerah LAINNYA