Maros, (Inmas Maros) - Pelaksanaan ibadah haji di masyarakat khususnya kabupaten Maros masih diwarnai oleh budaya yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat. Ada budaya yang sejalan dengan syariat ada pula yang tidak sejalan yang bisa merusak keabsahan dan pahala ibadah haji. Budaya yang sesuai dengan pelaksanaan ibadah diantaranya mengundang keluarga dan kerabat dalam acara manasik haji mandiri dengan maksud agar saling mendoakan dan meminta maaf kepada sanak kerabat sebelum berangkat ke tanah suci. Cara seperti ini sangat efektif karena untuk mendatangi satu satu anggota keluarga dan kerabat tentu calon jamaah sangat kesulitan mengingat kesibukan calon jamaah menjelang pemberangkatan.
Sementara itu, di masyarakat kita juga tumbuh tradisi sosial mereka yang sudah melaksanakan ibadah haji mendapatkan peningkatan status sosial dengan sematan gelar "Fuang Aji", dan ditempatkan pada posisi terhormat pada acara-acara adat dan keluarga. Hal inilah yang tidak boleh menjadi maksud, niat dan tujuan mereka yang hendak melaksanakan haji. Calon Jamaah harus membersihkan hati dari niat dan maksud melaksanakan ibadah haji agar mendapatkan gelar "fuang aji" dan status sosial yang lebih tinggi di tengah masyarakat.
Diterima atau ditolaknya haji seseorang tergantung dari niatnya. Tema inilah yang diuraikan dalam materi Manasik Haji Berbasis Qalbu yang dibawakan oleh Kepala Kantor Kemenag Kab. Maros Drs.H. Syamsuddin, M.Ag pada hari kedua Manasik Haji Terpadu Kabupaten Maros yang digelar di ruang pola Kantor Bupati Maros (Selasa, 03/07). Kegiatan yang rencananya berlangsung hingga Kamis nanti dihadiri sekitar 313 calon jamaah haji Maros yang terbagi menjadi kloter 14 dan kloter 33.
Mengawali materinya, Drs.H. Syamsuddin, M.Ag mengajak seluruh calon jamaah haji Maros banyak bersyukur kehadiran Allah SWT karena atas hidayah dan maunah-NYA calon jamaah masuk daftar yang akan diberangkatkan tahun ini. Untuk itu, seluruh calon jamaah diminta kembali untuk membersihkan hati dari penyakit seperti riya, sum`ah, ujub dan berniat melaksanakan ibadah haji semata-mata karena Allah SWT. Niat yang ikhlas termasuk syarat pertama untuk mendapatkan haji mabrur. Keikhlasan ini akan tersingkap jejaknya setelah kembali dari tanah suci.
"Kalau ada pengantin yang mau diantar, ada mobil merk Innova dan pete-pete yang mengantar. Sementara ada bapak atau ibu haji tidak mau naik pete-pete dan lebih pilih innova karena gengsi masa pak haji atau ibu haji naik pete-pete bukan innova, maka sikap seperti ini bisa menjadi indikasi niat yang belum ikhlas dan masih mencari status sosial", ungkap Kakan Kemenag ini disambut tawa hadirin.
Selain niat, yang menjadi syarat kedua haji mabrur menurutnya adalah membersihkan dosa sebelum berangkat baik dosa kepada Allah maupun dosa kepada sesama manusia. Ketiga, harta yang digunakan untuk berangkat sudah dikeluarkan zakatnya, lebih baik lagi kalau ditambahkan dengan infaq dan shadaqah. Keempat, melaksanakan prosesi ibadah haji dengan benar menurut manasik Rasulullah SAW dan memilih jenis haji yang lebih bisa dikerjakan secara optimal apakah ifrad atau tamattu. Kelima, bagi mereka yang sudah berniat haji agar menghindari 3 hal yakni berkata kotor atau jorok dan porno, berbuat fasik atau dosa dan bertengkar atau berdebat yang tidak membawa manfaat.
Lebih jauh Drs.H. Syamsuddin, M.Ag mengajak peserta lebih memahami makna dan hikmah dari setiap amal-amal haji. Seperti berpakaian ihram, dimaknai adalah menanggalkan sifat-buruk dan memakai pakaian putih sebagai simbol kesucian. Semantara sai antara safa dan marwah adalah wujud dari usaha manusia agar senantiasa berusaha dan bermaksimal mencari apa yang bisa memenuhi segala hal yang berkaitan dengan hajat hidupnya. Demikian juga halnya tahallul, bermakna simbolis sesuatu yang tidak baik itu dipotong atau dibuang.
Tidak lupa juga berpesan kepada jamaah untuk semaksimal mungkin sholat dan berdoa di tempat - tempat mustajab seperti raudah, maqam ibrahim dan multazam, shalat arbain di madinah dan ziyarah ke kuburan Rasulullah SAW. Akhirnya, jika semua proses haji sudah dilaksanakan dengan benar, maka setelah kembali ke tanah air hendaklah menjaga kemabruran haji dengan menjaga shalat lima waktu dan lebih utama dengan jamaah di masjid.
Shalat yang terjaga akan mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang jauh dari sifat buruk seperti berdusta, berbohong serta berbuat fasik. Kemabruran haji juga diwarnai dengan semakin membaiknya hubungan sosial ditengah masyarakat dengan meningkatnya kepekaan sosial ditandai dengan mudah menolong dan bershadaqah. (dlf/arf)