Maros (Inmas Maros) - Kesehatan yang menjadi syarat istito`ah bagi calon jamaah haji terus menjadi perhatian pihak Dinas Kesehatan Maros. Rangkaian pemeriksaan kesehatan sebanyak 3 tahap yang harus dilalui oleh calon jamaah haji adalah dalam rangka memastikan bahwa calon jamaah haji yang akan berangkat memang memenuhi syarat kesehatan. Hal ini disampaikan oleh Kadis Kesehatan Kab. Maros dr. Sitti Maryam Haba, M.Kes dalam acara evaluasi penyelenggaran kesehatan haji (Senin, 14/05/18) di Baruga B Kantor Bupati Maros. Bahkan pihaknya akan mencoba menerapkan beberapa terobosan baru dengan membekali jamaah kemampuan melakukan tindakan pertolongan pertama terhadap stroke melalui edukasi calon jamaah haji dalam beberapa rangkaian manasik kesehatan yang akan digelar ke depan. Gagasan ini dilatar belakangi penyakit yang dominan diderita oleh jamaah haji adalah hipertensi, diabetes dan hiperkolesterol. Lebih Jauh Maryam Haba mengingatkan yang paling penting adalah gaya hidup sehat termasuk calon jamaah haji. Oleh karena itu pihaknya memiliki beberapa instrumen untuk mengukur kebugaran calon jamaah dengan aktifitas fisik bersama setiap minggu
Kegiatan evaluasi ini dihadiri sekitar 64 peserta diantaranya Kakan Kemenag Maros, Kadis kesehatan, Kabag Kesra, Ketua MUI Maros, Kasi PHU Kemenag Maros, para kepala KUA Kecamatan dan Kepala Puskesmas se-kabupaten Maros. Untuk Narasumber, selain dari Kadis Kesehatan juga menghadirkan Kakan Kemenag Maros Drs.H. Syamsuddin, M.Ag dan Ketua MUI Kab. Maros Drs.H. Syamsul Chalik. Kakan Kemenag Maros dalam paparannya mengingatkan semua pihak bahwa Kementerian Agama bukanlah satu-satunya penyelenggara haji. Akan tetapi terdiri dari beberapa instansi diantaranya Dinas Kesehatan Maros meskipun memang Kemenag yang menjadi leading sektor. Untuk itulah menurutnya, kegiatan ini merupakan bentuk sinergitas lembaga penyelenggara untuk memberikan pelayanan maksimal kepada calon jamaah. Dalam paparannya, Drs.H. Syamsuddin, M.Ag menguraikan tentang tugas Kemenag sesuai dengan UU Haji No. 24 Tahun 2009. Disana menurutnya, Kemenag memiliki 3 tugas yakni pertama pembimbingan, kedua pelayanan dan ketiga perlindungan. Dalam menjalankan tugas ini selalu saja muncul permasalahan dengan dinamikanya. Secara sederhana, Kakan Kemenag mengatakan penyebabnya karena yang berangkat setiap tahun itu adalah orangnya berbeda, orang baru, seandainya yang berangkat itu jamaah yang tahun lalu juga maka tentu sudah tidak ada masalah karena belajar dari pengalaman. Disamping itu, tingkat pendidikan calon jamaah khususnya Maros sekitar 60% masih tamat SD dan SMP. Tingkat pendidikan rendah inilah yang menjadi penghambat berbagai kebijakan yang disosialisasikan ternyata tidak dipahami jamaah. "Bahkan ada jamaah yang tidak tahu berbahasa Indonesia, bisa dibayangkan ketika diberi sosialisasi oleh petugas ternyata jamaah kita tidak paham", ungkapnya.
Dalam diskusi yang berkembang, peserta mempertanyakan tentang ketatnya regulasi pemerintah khususnya syarat kesehatan sehingga bisa saja menjadikan jamaah batal berangkat padahal telah menunggu bertahun-tahun. Selain itu juga masih ada jamaah yang ketika berangkat haji memang berniat untuk meninggal disana. Ketua MUI meminta agar pemahaman calon jamaah semakin ditingkatkan termasuk mereka yang berniat seperti itu. Adapun tentang regulasi yang ketat menurut dr. Maryam Haba adalah dalam rangka memastikan bahwa calon jamaah memang sehat dan mampu karena ibadah haji ini memang mengandalkan fisik. "Kalau tidak sehat, bagaimana mungkin bisa ibadah. Berjalan saja tidak bisa. Satu yang sakit, bisa melibatkan beberapa petugas", ungkapnya. "Namun demikian peraturan yang ketat itu bukan berarti tidak ada kebijaksanaan. Kalau diabetesnya adalah yang normal saja maka tentu dengan obat sudah bisa diatasi. Yang tidak boleh itu kalau diabetesnya dengan luka yang besar, tentu tidak bisa berangkat", jelasnya. (dlf/arf)