Kasi PAI Jadi Narasumber Pada Seminar Manajemen Dakwah di IAIN Parepare

Illustrasi Foto (Kemenag RI Provinsi Sulawesi Selatan)

Parepare, (Inmas Parepare) - Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Agama Islam (PAI) Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Parepare, Dr. Muhammad Idris Usman mewakili Kepala Kantor Kemenag Parepare menjadi narasumber pada Seminar Manajemen Dakwah Himpunan Mahasiswa Manajemen Dakwah Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare, Senin (4/6/2018).

Seminar yang berlangsung di ruang Seminar Pascasarjana IAIN Parepare ini mengangkat tema “Optimalisasi Reposisi Muballigh di Era Milenial”.

Adapun judul materi yang dibawakan adalah “Reposisi Muballigh: Dari Personal Menuju Agent of Change”.

Dalam pemaparan materinya, Muhammad Idris Usman menyampaikan bahwa di era millennial seiring dengan era globalisasi, telah berefek terhadap derasnya keterbukan informasi. “Gaya hidup masyarakat dipengaruhi oleh santapan media massa. Sesuai dengan teori jarum hipodermik, media memiliki kekuatan yang begitu ekstrim dan semua yang terkandung dalam media massa dianggap sebagai kiblat yang keseluruhannya dianggap benar dan ditiru”, ungkapnya.

Internet dianggap sebagai media baru yang melahirkan beragam aplikasi yang sangat menguasai informasi serta membentuk sebuah opini publik, terutama pada generasi millennial sekarang ini.

Media sosial membuka peluang selebar-lebarnya terhadap siapapun untuk saling bertukar informasi. Arus informasi sudah tidak bisa lagi dibatasi. Setiap adanya perkembangan informasi selain mendatangkan manfaat juga mudharat. Hal ini juga berdampak pada terjadinya transisi otoritas keagamaan dulu dimiliki oleh Kyai dan para ‘alim ulama, kini mulai digantikan oleh wadah internet.

“Berdasarkan kenyataan tersebut, maka disinilah dituntut para aktivis penggiat dakwah dalam memainkan peran sebagaimana fungsi muballigh adalah meluruskan i’tikad, memotivasi mad’u untuk beramal, amar ma’ruf nahi mungkar, membersihkan jiwa (tazkiyah al-nafs), dan mengokohkan kepribadian”, lanjutnya.

Selanjutnya, dia menyampaikan bahwa sesuai dengan perkembangan zaman, muballigh melakukan reposisi dari manual ke media sosial. Menurut  Hamzah Sahal, media sosial adalah sarana lanjutan dalam berdakwah.

Adapun yang melatarbelakangi pengguna dakwah melalui media sosial antara lain: Pertama, pengguna yang memiliki keterbatasan waktu. Terutama karena bekerja atau aktivitas lain. Menonton video-video dakwah di YouTube, misalnya, bisa mengatasi permasalahan ini. Dengan berbekal gawai, waktu luang 10 hingga 20 menit, dan koneksi internet, orang-orang sibuk bisa menyimak dakwah. Kedua, mereka yang malu datang langsung pada pemuka agama. Ini terutama disebabkan oleh umur yang menua, namun tanpa didukung kedalaman ilmu agama. Kalah jika dibandingkan anak atau saudara muda mereka. Menonton video dakwah di YouTube atau membaca unggahan-unggahan bernuansa islami di Facebook menjadi cara terbaik bagi mereka untuk menimba ilmu agama tanpa perlu menunjukkan ketidakberdayaan di hadapan golongan yang lebih muda. Ketiga, mereka yang ingin belajar secara instan. Fenomena ini jamak terjadi dalam masyarakat kelas menengah urban.

Adapun muballigh yang menggunakan media sosial sebagai media dakwah antara lain, Ustadz Abdul Somad, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Khalid Basalamah, Gus Mus, Hannan Attaki, dan Felix Siauw. (nb/arf)


Daerah LAINNYA