KUA SULI HADIRI ACARA MAPPACEKKE WANUA DALAM RANGKA HARI JADI KOTA BELOPA

Illustrasi Foto (Kemenag RI Provinsi Sulawesi Selatan)

Belopa, (Humas Luwu)  Pada hari yang sama kamis tanggal 8 Februari 2018, bertempat di Baruga Arung Senge yang dihadiri oleh Datu Luwu H.A. Maradang Makkulau, SH, Kepala KUA Suli H.A. Aqil Nas, M.Pd.I mewakili Kepala Kantor Kementerian Agama, Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesra dan tokoh adat serta tokoh Masyarakat, pada Malam hari sekitar pukul 20.00 wita dilakukan acara Maddoja Roja yang secara harfiah berarti berjaga semalam suntuk yang bermaksud menjaga kesadaran atau paringerreng yang dalam masyarakat adat dianggap memiliki kekuatan adi kodrati. Segala sesuatu kegiatan diawali dengan memperbaiki kesadaran atau paringerreng,misalnya sebelum tidur dimalam hari atau sebelum bangun di pagi hari, ketika mau turun dari rumah dan lain-lain.

Acara Maddoja Roja ini adalah merupakan semacam semedi (meditasi) secara collective di malam hari untuk menyempurnakan/ membersihkan “kesadaran collective” sebelum pada esok harinya dilaksanakan acara “Mangngeppi”(memercikkan air) yang merupaka inti upacara Mappaccekke Wanua menurut tradisi dan adat istiadat masyarakat Luwu tradisional. Acara Maddoja Roja diawali dengan acara Mattoana atau perjamuan adat . Dalam acara ini berlaku kaidah adat yang disebut Mangngati Maneng Akka Rakki’na yang secara bebas berarti bahwa perlakuan adat bagi semua yang hadir dalam acara perjamuan adat mengikuti perlakuan adat bagi Datu Luwu. Maka apabila perlakuan adat bagi Datu Luwu sudah dianggap prima atau sesuai dengan adat yang berlaku maka tidak ada seorangpun yang diperbolehkan memprotes perlakuan adat bagi dirinya.

Hal ini merupakan simbolisme bahwa Raja atau penguasa dalam budaya politik masyarakat Luwu tradional yang dianggap Dewata Mallino atau wakil Tuhan di dunia adalah symbol sebuah keteraturan (keharmonisan). Sambil menikmati perjamuan adat (Mattoana) para hadirin dihibur dengan tari Pajaga Bone Balla atau tarian istana. Setelah selesai pertunjukan tari pajaga , maka dilanjutkan dengan tari sajo. Tarian sajo ditarikan oleh penari tunggal secara bergilir. Acara pertunjukan tari sajo atau Massajo biasanya berlangsung sampai pagi hari dalam suasana kekeluargaan yang akrab. Anggota keluarga para penari secara bergantian Maccebbbang atau memberi hadiah kepada masing-masing penari. Jumlah hadiah yang di peroleh merupakan refleksi dari citra kepribadian penari, jadi tari sajo ini juga merupakan sarana edukasi bagi para remaja untuk membentuk kepribadian yang prima. menjelang waktu tengah malam acara tari Sajo dihentikan untuk sementara untuk melaksanakan inti acara Maddoja Roja yaitu Mattemmu Lahoja atau membaca doa. Rangkaian ayat-ayat suci Al-Qur’an serta tata cara melakukan Mattemmu Lahoja disusun oleh Datuk Sulaiman yang diberikan kepada Datu Luwu untuk dibacakan setiap tahun demi mendoakan keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat Luwu. Ayat-ayat suci Al-Qur’an yang akan dibacakan berjumlah ribuan kali dan oleh Sembilan (9) orang ulama.

Selama pembacaan doa, tidak seorangpun dari kesembilan ulama tersebut yang boleh mengucapkan kata-kata selain rangkaian ayat-ayat suci yang harus dibacakan. Apabila ada seorang pembaca yang melanggar ketentuan ini maka pembacaan harus dimulai lagi dari awal. Sesudah membaca ayat suci maka kesembilan ulama membacakan doa dan kemudian dilanjutkan dengan sembahyang berjamaah dua (2) rakaat. (aLiL/arf)


Daerah LAINNYA