Makkah, (24/8) - Silaturahim TPIHI Dan Ketua KBIH Se Indonesia Dengan Mebter dihadiri oleh Dirjen PHU Kemenag RI Prof. Dr. Nizar Ali yang sekaligus memberikan sambutan.
Hadiri pula Direktur Bina Haji Dirjen PHU Kemenag RI dan Ketua Umum Forum KBIH se Indonesia H. Qasim Shaleh, Lc, MA dan Sekertaris Bidang Fatwa MUI Pusat Asrorum Niam
Dalam kesempatan itu Sekertaris Bidang Fatwa MUI Pusat Asrorum Niam memberikan pemaparan mengenai Fatwa MUI Terkait Ibadah Haji.
Sekertaris Bidang Fatwa MUI Pusat ini memaparkan dua Fatwa terkait Penyembelihan Hewan DAM atas Haji Tamattu di Luar Tanah Haram dan soal Badal Thawaf Ifadhah atau Pelaksanaan thawaf Ifadhah oleh orang lain
"Berdasarkan Fatwa MUI yang dikeluarkan pada bulan Oktober 2011, Penyembelian Hewan Dam Haji Tidak boleh dilaksanakan diluar tanah Haram, namun untuk pemanfaatanya dapat dilakukan diluar tanah Haram Mekkah" Tuturnya
Mengenai Badal Thawaf Ifadhah, Sekretaris MUI ini menjelaskan, bahwa: "Thawaf Ifadhah merupakan salah satu rukun haji yang harus dilaksanakan oleh orang yang berhaji agar sah ibadah hajinya. Namun, dalam prakteknya, ada orang yang berhaji, pada waktu pelaksanaan ibadah haji terkena musibah sakit sehingga tidak memungkinkan untuk melaksanakan ibadah thawaf ifadhah, sementara pelaksanaan thawaf ifadhah dengan bantuan orang lain juga mengalami kendala". Paparnya
"Perlu diketahui, Badal Thawaf Ifadhah adalah pelaksanaan thawaf ifadhah yang merupakan rukun haji yang dilakukan oleh orang lain utuk menggantikan seseorang yang sedang berhaji karena sakit atau sebab lain". Tambahnya
Dalam kasus ini, muncul pertanyaan dari petugas haji, pertanyaan yang sama juga disampaikan oleh Dirjen PHU Kemenag RI waktu itu yakni Prof. Dr. Abd. Djalil.
Ada dua pertanyaan yang disampaikan yakni yang pertama terkait membadalkan thawaf ifadhah bagi jamaah yang sakit, serta bagaimana jalan keluar yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini, dan pertanyaan yang kedua adalah terkait Penyembelihan Hewan DAM atas Haji Tamattu di Luar Tanah Haram
"Berdasarkan dalil-dalil yang disertai untuk memutuskan sebuah ketetapan. Ada beberapa ketentuan hukum terkait thawaf ifadhah. Seseorang yang berhaji tetapi tidak melaksanalkan thawaf ifadhah, maka hajinya tidak sah. Adapun Badal thawaf ifadhah yakni pelaksanaan thawaf ifadhah oleh orang lain adalah tidak sah". Tambahnya lagi.
"Namun bagi Jamaah haji yang sakit dan tidak memungkinkan untuk melaksanakan thawaf ifadhah dengan sendiri dapat menggunakan alat bantu. Jamaah haji yang sakit yang oleh dokter dinyatakan belum memungkinkan untuk melaksanakan thawaf ifadhah, baik dengan sendiri maupun alat bantu, pelaksanaan thawaf ifadhahnya menunggu hingga kondisi memungkinkan". Tambahnya lagi
"Sedang bagi jemaah yang oleh Dokter ditetapkan mengalami sakit yang sifatnya permanen, maka tawaf wadhanya dapat di badalkan atau diwakilkan orang lain, dengan dalil bahwa badal Haji saja bisa apalagi kalau badal separuhnya". Demikian penjelasan Asrorum Niam Sekertaris Bidang Fatwa MUI Pusat pada acara silaturrahmi tersebut yang di khabarkan langsung oleh Pembimbing Ibadah Bapak H. Muhammad Yunus. (Mhd/arf)