Fatma: Empat Fungsi Penyuluh Agama

Watampone, (Humas Bone) - Fatma Utami Jauharoh, seorang Penyuluh Agama Islam dari Kabupaten Bone, aktif sebagai penggerak Kampung Moderasi Beragama (KMB) di Kelurahan Watampone dan Kabupaten Bone. Menurutnya, tugas dan fungsi penyuluh agama Islam tidak terbatas hanya pada bimbingan di majelis taklim, tetapi mencakup empat fungsi utama: informasi, edukasi, konsultasi, dan advokasi.

"Kelurahan Watampone dengan ragam agama dan budayanya menjadi contoh kehidupan harmonis antar umat beragama dan suku budaya. Ini sebagai wadah dialog antar umat beragama dan masyarakat adat dalam memperkuat narasi keagamaan yang moderat," ujar Fatma Utami Jauharoh, Jumat (7/6/2024).

Fatma melihat perlunya program advokasi setelah terbentuknya KMB Watampone, terutama mengingat tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat Bissu di Kabupaten Bone. “Untuk menghapus stigma dan stereotipe yang dihadapi oleh kelompok Bissu, diperlukan peran banyak pihak, termasuk penyuluh agama dan tokoh-tokoh agama,” tambahnya.

Menurut Fatma, masyarakat perlu memahami perbedaan antara identitas gender dan orientasi seksual. “Bissu adalah kelompok masyarakat adat di Bugis yang sarat dengan kearifan lokal dan mengakui ragam gender non-mainstream seperti calalai, calabai, makkunrai, oroani, dan bissu. Bissu adalah jalan suci untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,” jelasnya.

Fatma menjalin kerja sama dengan Kelompok Pemerhati Budaya Bone Yayasan Pawero Tama Kreatif, didukung oleh Kemenag RI melalui Subdit Bina Paham Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik (BPKI-PK), dalam upaya penguatan moderasi beragama. “Pendekatan moderasi beragama menjadi strategis karena salah satu indikatornya adalah penerimaan terhadap tradisi yang luhur dan bernilai kemanusiaan,” kata Fatma.

Fatma dan kelompok pemerhati budaya memulai langkah dengan audiensi bersama para pemangku kepentingan dan aparat penegak hukum seperti Pemerintah Daerah Bone, Bupati dan Sekda, Dinas Budaya, Kesbangpol, Kejaksaan Negeri, TNI, POLRI, Ormas Keagamaan, Tokoh Agama, Tokoh Adat, serta Komunitas Jaringan Gusdurian Bone. "Guna duduk bersama dalam satu forum agar lebih mengenal dan saling memahami terkait tantangan masyarakat adat," ujar Fatma.

Melalui majelis taklim dan masyarakat, Fatma berupaya menyuarakan pemahaman keagamaan yang moderat. “Pendekatan moderasi beragama memberikan narasi alternatif bahwa pemahaman agama yang moderat mampu berjalan beriringan dengan pelestarian budaya yang luhur,” tegasnya.

Ruang dialog menjadi lebih terbuka dengan pendekatan ini, sehingga kelompok Bissu yang sebelumnya terbatas dalam pelibatan kegiatan daerah kini lebih diterima dan dilibatkan dalam berbagai momentum perayaan di daerah. "Satu-satunya cara untuk dapat hidup berdampingan dan harmoni adalah dengan menjadi umat beragama yang moderat," tutup Fatma. (ahdi)


Daerah LAINNYA