Kemenag Maros

FKUB-Kemenag Maros Gelar Dialog Moderasi Beragama, Bagaimana Kerukunan Umat Beragama Masih Terjaga?

Pasca dialog moderasi beragama FKUB-Kemenag Maros.

Takalar (Humas Maros)-Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) – Kemenag Maros menggelar dialog moderasi beragama. Kegiatan berlangsung di lokasi wisata pantai Tope Jawa, Takalar, Sabtu (27/4/2024).

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kabupaten Maros H. Muhammad, menyampaikan bahwa kerukunan harus diwujudkan, tentu dengan banyak dukungan. “Konflik internasional itu begitu kejam, misal saudara kita Palestina. Mengabaikan kemanusiaan.”

Kemudian Kakankemenag Maros Muhammad, mengurai tentang teori benturan peradaban yang disampaikan Samuel Huntington dalam tesisnya.

“Samuel Huntington, dalam tesisnya tahun 1995, tentang benturan peradaban. Dalam teorinya: bahwa abad 21 akan terjadi perang budaya antara Barat vs Timur, Barat vs Cina, budaya akan berbenturan. Ini sudah terjadi, dan paling panjang dan berat adalah Islam dengan negara Barat. Dengan ini, seakan membuat umat Islam menjadi marjinal.

“Dengan itu, saya mengingatkan kepada kita semua, benturan peradaban harus dibijaki bersama. Tugas kita, ke depan bagaimana bisa merubah peradaban.

“Jadi menyikapi fenomena sekarang, kita memperbaiki pemahaman keagamaan kita. Jangan sampai dimasuki oleh kelompok-kelompok yang berkonflik, misal ISIS di Timur Tengah.

“Kita jaga generasi kita, agar tidak terjebak dengan aliran-aliran ekstrem.

“Kemudian saya minta, penyuluh agama bisa membuat generasi kita berada di posisi aman, kita jangkiti mereka dengan virus kebaikan.

“Kedua, bahwa Indonesia dilirik menjadi pengganti peradaban dunia Islam. Karena berbagai isu memecah-belah bangsa berhasil dihalau. Ini tentu karena banyak organisasi keagamaan yang ikut berperan menjaga, seperti halnya NU dan Muhammadiyah. Ukurannya jelas, karena masih banyak organisasi keagamaan yang berafiliasi dengan ideologi Aswaja, yang moderat dalam beragama.

“Selanjutnya, ada komitmen bersama anak bangsa, untuk hidup bersama dalam bingkai NKRI. Semua sudah bahu-membahu. Menjaga agar tidak ada yang tersinggung, menciptakan generasi yang menghargai ajaran agama lain. Karena semua agama mengajarkan kebaikan.

“Kami angkat dalam setiap diskusi: bahwa kita umat beragama ini mau menuju Tuhan, itu ada di puncak. Masing-masing agama mendaki dari masing-masing sisi. Dan kita nanti ketemu di puncak. Kemudian, kita akan turun dan bertemu di bawah, dalam isu-isu kemanusiaan,” jelas Kakankemenag Muhammad di hadapan peserta dialog.

Selanjutnya, Ketua FKUB Maros Abdul Mannan, menyampaikan bahwa Negara menjamin kebebasan umat beragama. “Kita dipersaudarakan sebagai satu bangsa, dan menyepakati azas: Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan.

“Negara rumah kita bersama. Agar semua merasa terlindungi oleh negara, maka yang mesti kita laksanakan dalam hidup: berlaku adil. Wajib berlaku adil kepada setiap orang.

“Kedua, memberikan kesempatan umat beragama lain untuk menjalankan ibadahnya masing-masing. Jadi, prinsip ini kita harus laksanakan.

“Ada prinsip dalam beragama, yakni dengan beragama secara sederhana bahasa agamanya washatiyah, tidak mengurangi dan tidak berlebihan. Kalau ada ucapan kita misalnya menyakiti yang lain, boleh jadi itu berlebihan. Ini biasa terjadi di Medsos. Baiknya, meskipun kebenaran juga diucapkan dengan cara yang tidak menyakiti orang lain.

Di akhir sesi Ketua FKUB menyampaikan bahwa ada kendala di masyarakat yang belum sadar terkait pendirian rumah ibadah. “Masih minim, masyarakat yang ingin mendirikan rumah ibadah menyampaikan ke FKUB. Ini salah satu bentuk menjaga kerukunan, terbinanya sarana ibadah.”

Selanjutnya, Kasubbag TU Kemenag Maros Abdur Kadir, mengurai dengan tajam kapan suatu pengamalan ajaran agama berlebihan.

“Dikatakan berlebihan, jika tidak melanggar tiga hal. Pertama melanggar nilai kemanusiaan, kalau ada itu radikal, ekstrem. Kalau ada kelompok yang menganggap selain golongannya itu kafir, ini melanggar nilai kemanusiaan. Sesuatu itu ekstrem ketika melanggar nilai-nilai kemanusiaan.

“Kedua, ketika melanggar kesepakatan bersama. Dalam bingkai NKRI, UUD 1945 dan Pancasila. Apabila yang melanggar kesepakatan ini, itu berlebihan.

“Ketiga, ketika mengganggu ketertiban umum. Misal ada pelaksanaan ibadah, kemudian mengambil tempat sampai di pinggir jalan, padahal itu jalan poros. Bisa jadi itu jalanan ambulance lewat. Ini berlebihan. Bahwa kita bebas melakukan ajaran kita masing-masing, tapi jangan sampai itu mengganggu kepentingan bersama.”

Forum kemudian berlanjut dengan sesi diskusi, terkait praktik hidup bersama antar umat beragama, dengan mengharapkan kehadiran negara di dalamnya. (Ulya)

 


Daerah LAINNYA