Jakjakkan, Tradisi Pernikahan yang Masih Terpelihara di Bontomarannu Gowa

Jakjakkan, Tradisi Pernikahan yang Masih Terpelihara di Bontomarannu Gowa

Prosesi akad nikah, tampak Jakjakkan diletakkan di dekat pelaminan

Bontomarannu (Humas Gowa ). Indonesia dikenal dengan berbagai macam suku, budaya, adat istiadat dan tradisi membuatnya tak lepas dari yang namanya sesajen. Kepercayaan bahwa sesajen bisa mendatangkan keberuntungan dan kelancaran, serta menangkal hal-hal buruk, membuatnya kerap muncul di berbagai acara adat besar. Misalnya saja, upacara pernikahan, atau perayaan hari besar lainnya.

Sesajen ini pun ternyata juga tersaji dalam proses pernikahan salah satu warga di Kelurahan Borongloe yang dihadiri langsung dalam pencatatan peristiwa pernikahannya oleh Kepala KUA Kec. Bontomarannu, Mashuri, Kamis (14/07/2022).

Beras dengan takaran tertentu, gula merah, kelapa, lilin dan pisang yang ujungnya dihilangkan disajikan dalam sebuah nampan. Kami pun ingin mengetahui lebih mendalam makna Jakjakkan itu.

Muslimin selaku penghulu KUA kecamatan Bontomarannu memaparkan bahwa, Jakjakkan sebagai bukti  bahwa tuan rumah memiliki kemampuan untuk melaksanakan hajatan sehingga tamu tidak perlu ragu untuk menyantap hidangan.

"Juga sebagai tanda kesuburan serta sebagai tanda terima kasih kepada Pinati (Panitia, pelaksana, penyelenggara/yang memimpin doa)," jelas Muslimin.

Lain lagi dengan penuturan Abdul Jabbar Tahuddin, penyuluh KUA Bontomarannu menjelaskan, Jakjakkan ini sebagai upah bagi yang menyampaikan doa. Tapi jangan dikaitkan dengan kepercayaan sebagai simbol keinginan pada sesajen tersebut apalagi menjurus kepada kesyirikan.

"Jadikan itu hanya sebagai upah bagi yang menyampaikan doa, karena kalau berupa rupiah tidak sebarapa nilainya," ulas Jabbar.

Jabbar sebagai penyuluh meluruskan pemahaman tersebut ke masyarakat termasuk yang awam agar aqidah masyarakat tetap terjaga, sehingga tradisi ini tidak dianggap sebagai sesuatu yang sakral ketika mengadakan hajat. (iar/OH)


Daerah LAINNYA