Pangkajene (Humas Kemenag), Religiosity Mapping adalah program pemetaan potensi keagamaan berbasis digital yang merupakan supporting system dari program mandatori transformasi digital di Kementerian Agama. Kegiatan ini merupakan program kerjasama antara Balai Litbang Agama Makassar (BLAM) dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan.
Kementerian Agama Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) melalui Seksi Bimas Islam mengadakan suatu kegiatan Data Religiosity Mapping ( Data Keagamaan) yang digelar di Aula Kantor Kemenag Kab. Pangkep. Rabu, 31/05/2023.
"Religiosity Mapping adalah upaya kolaboratif antara Kanwil Kemenag Prov. Sulawesi Selatan dan BLAM untuk mewujudkan peta potensi keagamaan berbasis digital di Provinsi Sulawesi Selatan. Tentu program ini adalah supporting system untuk mendukung program prioritas Kementerian Agama khususnya transformasi digital".
Hadir pada kegiatan tersebut, Kakan Kemenag Kab. Pangkep H. Muhammad Nur Halik, didampingi oleh Kasi Bimas Islam H. Zulkifli Idris, staf Bimas Islam Usman Alwi serta sekitar 60 orang Penyuluh Agama Islam baik penyuluh PNS maupun NON PNS lingkup Kantor Kementerian Agama Kab. Pangkep.
"Religiosity Mapping adalah upaya kolaboratif antara Kanwil Kemenag Prov. Sulawesi Selatan dan BLAM untuk mewujudkan peta potensi keagamaan berbasis digital di Provinsi Sulawesi Selatan. Tentu program ini adalah supporting system untuk mendukung program prioritas Kementerian Agama khususnya transformasi digital" jelas Zulkifli.
Ditempat yang sama dalam arahannya, Kakan Kemenag Kab. Pangkep H. Muhammad Nur Halik menyampaikan bahwa "Sebagai program kerjasama, tentu kami berharap partisipasi Kemenag Kab. Pangkep untuk mendukung program tersebut dengan langkah pelibatan SDM Kemenag khususnya Penyuluh Agama sebagai pengumpul data lapangan" paparnya.
Pelibatan penyuluh dalam pemetaan potensi keagamaan sangat kontekstual dengan tugas penyuluh agama sebagai garda terdepan Kementerian Agama dalam membina umat, penyuluh agama dituntut untuk memahami potensi keagamaan di wilayah binaannya masing-masing.
Nur Halik juga berharap agar setiap penyuluh semestinya memahami potensi keagamaan di setiap wilayahnya, sehingga kendala seperti sulitnya ditemukan data keagamaan yang valid serta tak adanya visualisasi data bagi seluruh stakeholder dapat ditangani. Sekali lagi, ini semua agar terwujud kebijakan based on data. (Atho)