Maros (Humas Maros) - Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kabupaten Maros mengajak mahasiswa untuk kontekstual terhadap pemahaman keagamaan masyarakat.
Hal ini disampaikan Kakankemenag Maros H. Muhammad, saat menjadi narasumber Pembekalan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) mahasiswa STAI DDI Maros, Kamis (31/1/2024) sore.
“Di masyarakat harus bawa ilmu. Kalau sudah KKL berarti Anda semua itu tidak lama sarjana. Apa yang terjadi di masyarakat, Anda semua harus bisa beradaptasi dengan situasi yang terjadi di lapangan,” buka Kakankemenag Muhammad.
“Selaku bagian stakeholder, Kemenag Maros sangat berharap agar STAI DDI bisa lebih baik ke depan.”
Kemudian Kakankemenag Muhammad, menyampaikan tentang tugas fungsi Kemenag, sebagai salah satu lembaga yang konsen membantu urusan pemerintah di bidang keagamaan.
Di level kabupaten, membantu bupati mewujudkan Maros sebagai kabupaten religius. “Tugas saya, membantu sebahagian tugas bupati soal keagamaan.”
“Agama harus diurus oleh negara. Setiap warga negara harus beragama, karena negara kita berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Di Kementerian Agama, semua agama-agama ada dan difasilitasi, bukan hanya yang beragama Islam. Karena negara mengakui 6 agama.”
Ketika di masyarakat, Kakankemenag Muhammad, mengajak mahasiswa untuk selalu siap memfasilitasi masyarakat, terutama terkait kebutuhan pelayanan keagamaan.
“Jangan teori saja, karena di masyarakat sudah pada level praktis. Banyak pemahaman yang beragam di masyarakat. Semua harus dihadapi, jangan dihindari misalnya ada permintaan untuk berkhutbah. Semua proses, semua proses pembelajaran.”
“Saya minta semua mahasiswa ketika di masyarakat ikut menyosialisasikan tentang regulasi perkawinan. Bahwa usia nikah, untuk laki-laki dan perempuan itu 19 tahun.
“Kemudian, zakat yang belum terkelola dengan baik, zakat pertanian. Bagaimana yang irigasi bagaimana yang tadah hujan zakatnya. Kita harus bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat.”
Selanjutnya, Kakankemenag Muhammad mengajak mahasiswa mengambil spirit nilai keagamaan dari ulama lokal di Maros, karena menurutnya Maros merupakan gudangnya ulama kharismatik.
Terkait konteks, dan fenomena kehidupan keagamaan yang riil di masyarakat, Kakankemenag Muhammad, menekankan pentingnya sikap menghargai dan toleran terhadap perbedaan yang ada.
“Kita Aswaja, jangan pemahaman keagamaan itu hitam-putih. Tidak ada di agama yang menyusahkan, tinggal kita pilih bahasa. Agama tidak menyusahkan, dan masyarakat butuh bahasa yang mudah di sana. Jangan mempersulit pemahaman keagamaan, dengan bahasa-bahasa yang susah dicerna oleh masyarakat umum. Jelaskan pemahaman keagamaan, dengan bahasa keseharian masyarakat setempat.”
Di akhir materi, saat menjawab pertanyaan mahasiswa, Kakankemenag Muhammad, mempertegas konsep moderasi beragama. “Tidak boleh merasa benar sendiri dengan menyalahkan yang lain. Hargai pemahaman lokal masyarakat, karena agama adalah untuk memanusiakan manusia.” (Ulya)