Makassar (Humas Gowa). Kementerian Agama hari ini mengukuhkan Pengurus Forum Pendidikan Madrasah Inklusi (FPMI) Provinsi Sulawesi Selatan periode 2021-2026 yang dinahkodai oleh Muhammad Jamil. Jamil terpilih secara aklamasi yang juga sekaligus sebagai ketua KKMI Sulsel.
Pengukuhan dilakukan Ketua FPMI Pusat Supriono, disaksikan langsung oleh Kasubdit Bina GTK RA Direktorat Madrasah Ditjen PAIS Kemenag RI, Hj. Siti Sakdiyah. Pengukuhan ini dilaksanakan bersamaan dengan Penguatan Pelatihan Pendidik Inklusi di Hotel Gammara Makassar, Rabu (27/10/2021) kemarin.
Pelatihan digelar dalam rangka penguatan kembali beberapa madrasah yang sudah lebih dulu menyelenggarakan atau baru akan merintis sebagai madrasah penyelenggara inklusi di Sulsel. Hadir sebagai narasumber, Wakil Menteri Agama RI, Kakanwil, Ketua FPMI pusat dan beberapa pemerhati pendidikan inklusi baik nasional atau daerah.
Selamat dan sukses kepada Muhammad Jamil yang juga menjabat Kamad MIN 2 Gowa, demikian disampaikan oleh Kasubdit Bina GTK RA Direktorat Madrasah. "Semoga dengan terbentuknya wadah ini, menjadikan pendidikan untuk semua di Sulsel semakin maju," ucap Sakdiyah.
Sementara itu, ketua FPMI Sulsel yang baru dikukuhkan, Muhammad Jamil, yang lebih akrab disapa Daeng Sado' menyampaikan bahwa, dengan melihat data emis madrasah untuk di semua Kab/Kota di Sulsel, anak ABK sudah hampir merata di Madrasah. "ini akan menjadi agenda utama kedepan untuk sosialisasi regulasi terkait pendidikan inklusi di madrasah semua tingkatan RA, MI, MTs dan MA," ujar Daeng Sado' penuh semangat yang diiyakan oleh Supriono.
Senada dengan itu, menurut Supriono, tujuan pendidikan inklusif adalah memastikan semua anak memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau, efektif, relevan dan tepat dalam wilayah tempat tinggalnya. Selain itu, pendidikan inklusi ingin memastikan semua pihak dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif agar seluruh anak terlibat dalam proses pembelajaran.
“Jadi, inklusif dalam pendidikan merupakan proses peningkatan partisipasi siswa dan mengurangi keterpisahannya dari budaya, kurikulum, dan komunitas madrasah setempat,†tutup Lec Prie, sapaan akrab Supriono. (OH)Â