Ajangale Bone, (Humas Kemenag) - Pernikahan yang dilakukan oleh salah satu pasangan yang memiliki usia di bawah umur yang biasanya di bawah 17 tahun baik pria atau wanita jika belum cukup umur (17 Tahun) jika melangsungkan pernikahan dapat dikatakan sebagai pernikahan usia dini. Di Indonesia sendiri pernikahan belum cukup umur ini marak terjadi, tidak hanya di Desa melainkan juga di Kota.
Pernikahan dini memiliki dampak yang cukup berbahaya bagi yang melakukannya baik pria ataupun bagi wanita, dan dalam berbagai aspek seperti pendidikan, kesehatan, psikologi, dan mental. Walaupun pernikahan usia dini ini memiliki dampak positif, namun dibandingkan dengan faktor negatifnya tentu sangat tidak seimbang.
Ada berbagai alasan yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini, terkadang tidak di sengaja atau yang sudah di rencanakan, seperti faktor eknomi, perjodohan, harus terima lamaran pertama karena takut tidak ada lamaran berikutnya dan cinta sejati ingin segera bersatu.
Akhiranyapun pernikahan anak usia dini berlangsung dan mengakibatkan pada anak kehilangan MASA REMAJA, jika nanti teman sebaya menikmati liburan, dan pergi kumpul ke berbagai daerah, mungkin anda harus gigit jari, ketika suami atau istri anda tidak mengizinkan atau anda telah memiliki bayi yang tidak mungkin diajak pergi jauh.
Selain itu, pernikahan dini berdampak juga dari sisi kesehatan, terutama untuk wanita sangat berisiko, hamil di saat usia masih muda sangat berbahaya untuk persalinan dan kesehatan rahim.
Begitupun juga dengan pendidikan. Jika seseorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru lulus SMP atau SMA, tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi tidak akan tercapai atau tidak akan terwujud. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena banyaknya tugas yang harus mereka lakukan setelah menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini merupakan faktor menghambat terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran.
Selain itu belum lagi masalah ketenaga kerjaan, seperti realita yang ada didalam masyarakat, seseorang yang mempunyai pendidikan rendah hanya dapat bekerja sebagai buruh, Dengan demikian dia tidak dapat mengeksplor bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Apabila seseorang tidak menikah dini mungkin dapat menjadi generasi penerus bangsa yang tangguh dan dapat mengisi kemerdekaaan dengan baik.
Melihat fenomena tersebut, acapkali dari unsur pemerintah melakukan pembinaan baik dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, maupun dari lembaga yang membidangi masalah pernikahan yakni KUA Kecamatan.
Kepala KUA Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone H. Muhammad Saleh, S.Pd.I., M.Pd.I melakukan kegiatan Ngobrol Pendidikan Islam (NGOPI) kepada siswa siswi SMA Negeri Ajangale tentang pencegahan dan dampak Pernikahan Anak Usia Dini.
Pada kesempatan itu juga H. Saleh sosialisasikan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 48 Tahun 2014 tentang dua kelompok tarif nikah, yakni nol rupiah bagi pengantin yang melakukan pencatatan pernikahan di dalam Kantor Urusan Agama (KUA) dan tarif Rp 600 ribu bagi pencatatan pernikahan di luar KUA atau di luar jam kerja penghulu.
Kegiatan NGOPI tersebut terlihat sangat santai tepatnya di D'BOS COFFE Pirla Ajangale, selasa (27/3). Dalam dunia pembelajaran, ini merupan suatu metode pendekatan untuk menyentuh langsung dengan peserta didik.
Menurutnya, “bahwa Kepala KUA Kecamatan jangan hanya calon pengantin saja di berikan bimbingan terkait membina keluarga bahagia (samawa). Kita bisa berinovasi di masyarakat atau di tempat umum bisa saja kepada anak sekolah terkait dampak pernikahan dini dan pendidikan pra sakinah”. (ah)