MTsN Lutra

TOLERANSI DI BULAN RAMADHAN TIDAK LAGI UTOPIS

Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah  dimana  seluruh umat Islam di dunia mendapatkan kesempatan yang luas dalam memperoleh ampunan dari dosa dan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.  Bulan Ramadan juga dianggap sebagai bulan yang istimewa karena salah satu malam dalam bulan Ramadan disebut sebagai Lailatul Qadr, yang merupakan malam di mana Al-Quran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Karena itulah, Ramadan dianggap sebagai bulan yang penuh berkah karena mengandung malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Namun keberkahan itu tidak serta merta menaungi hari- hari kita di bulan Ramadhan. Ada kewajiban yang perlu dilaksanakan yakni berpuasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Berpuasa disini bukan hanya berarti menahan makan dan minum, namun setiap proses biologis yang berhubungan dengan nafsu jasmani wajib ditahan selama berpuasa demi mensucikan diri dihadapan Allah SWT. Selain itu, dalam berpuasa juga diwajibkan untuk mengontrol kecerdasan rohani (emosional ,mental, spritual) kita  baik sesama muslim maupun non muslim.

Berbicara tentang bulan ramadhan tahun ini, ada sebuah fenomena unik yang terjadi dan sedikit berbeda dengan bulan Ramadhan ditahun – tahun sebelumnya.Di flatform media sosial dihebohkan dengan sebuah narasi “takjil war”  antar umat beragama menjelang buka puasa. Takjil sendiri dapat diartikan sebagai kudapan yang dimakan sesaat setelah berbuka puasa biasanya berupa makanan manis atau makanan ringan seperti kolak pisang, sup buah, gorengan dan lain sebagainya. Disebut “takjil war” bukan berarti perang dalam arti sesungguhnya namun sebuah ungkapan berlomba- lomba mencari takjil yang dijajakan para pedagang yang biasanya dijual menjelang buka puasa antara pukul 15.00 s/d pukul 18.00 sore hari. Hal yang menarik dalam fenomena ini yakni saudara- saudara kita yang non muslim juga ikut dalam berpetualang mencari takjil. Bahkan tak jarang mereka rela berdesak- desakan dengan teman muslim demi memperoleh takjil yang dinginkan. Dari sinilah kemudian muncul narasi “ takjil war” yang kemudian dipublish dalam bentuk kampanye di berbagai media sosial.

Berbagai respon positif dari netizen muslim  di dunia maya pun menganggapnya sebagai peristiwa yang sangat menarik sekaligus menyentuh karena dengan adanya fenomena ini kita sebagai masyarakat dengan berbagai multi  dimensi yang ada baik itu etnis, kultur, dan agama mampu dipersatukan dalam tradisi keagamaan umat islam di bulan Ramadan ini. Selain sebagai momentum dalam mempererat tali persaudaraan juga sebagai pemberi kontribusi dalam meningkatkan penghasilan ekonomi para pedagang takjil di bulan Ramadan.

Makna filosifis yang dapat dipetik dalam fenomena ini yakni  berpuasa tidak hanya sekedar berkutat dalam kegiatan ritual keagamaan belaka namun bagaimana kita menjaga kehangatan dan kesejukan antar umat beragama agar ibadah puasa kita tetap dalam koridor kedamaian dan ketenangan demi terciptanya iklim demokrasi yang toleran.

(Fikar Muasbin/ MTsN Luwu Utara)


Opini LAINNYA

Berada di Tengah Itu Asyik

Cara Mengurus Produser Nikah

HAB Asasi Manusia

Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Usia Dini