STQH 2019 Toraja, Menemukan Toleransi dan Harmoni Umat Beragama yang Hakiki

Illustrasi Foto (Kemenag RI Provinsi Sulawesi Selatan)

Makale Tana Toraja (Inmas Sulsel) Gelaran Seleksi Tilawatil Quran dan Hadits ke XXXI tahun 2019 Di Kabupaten Tana Toraja terasa sangat berbeda dibanding even yang sama sebelumnya, Disamping karena Nuansa Lokasi Pelaksanaannya yang Unik karena Tator merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata Utama di Sulsel , tak kalah pentingnya diketahui Kab. Tana Toraja ini merupakan daerah yang Mayoritas Penduduknya beragama Non Muslim (Kristiani dan Agama Lokal Aluttodolo), Antusiasme Pemda Tator beserta Jajarannya menerima Event Penting bagi Umat Islam ini menjadi catatan tersendiri bagi Koordinator Dewan Hakim STQH Tahun ini yakni DR. H. Kaswad Sartono, M.Ag.

Menurut Kaswad, Sebagai Koordinator Dewan Hakim Seleksi Tilawatil Qur'an dan Hadis (STQH) Ke-31 Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan, di detik-detik awal memimpin rapat konsolidasi dan orientasi Dewan Hakim STQH di Aula Hotel Sahid Tana Toraja tiba-tiba  hatiku  “bergetar" dahayaat dan “bangga sekali”  ketika melihat daftar lokasi lomba STQH. Apa gerangan yang terjadi? Mungkin ini yang pertama kali terjadi dalam momentum per-STQ-an atau bahkan per-MTQ-an di Indonesia yang mana  musabaqah (lomba) baca dan hafal Al-Qur'an dan al-Hadis  berlokasi di lingkungan Gereja. Bukan di masjid, bukan di Madradah, atau di Pondok Pesantren. Namun di Aula Gereja Katolik dan di Aula Gereja Toraja. Subhanallah!

Menariknya dari empat cabang yang dilombakan, dua cabang ditempatkan di aula Gereja yakni (1) Cabang Tilawah Anak-Anak dan Dewasa bertempat Panggung Utama Plaza Kolam Makale; (2) Cabang Hifdz Qur'an 1 dan 5 Juz Tilawah bertempat di Masjid Raya Makale; (3) Cabang Hifdz 10 dan 20 Juz bertempat di Aula Gereja Katolik Makale; dan (4) Cabang Hifd 30 Juz, Tafsir dan Hadis bertempat di Aula Gereja Toraja Makale.

Nah, dari perspektif kerukunan hidup umat beragama, yang membuat hati saya “gemetar" sekaligus “bangga" adalah adanya proses dialektika dan dinamika yang begitu luhur dan jujur dalam berfastabiqul khairat,  berlomba-lomba dalam kebaikan, berpartisipasi dalam menyukseskan agenda musabaqah, bukan hanya aspek penyelenggaraan tetapi juga prestasi STQH-nya. Misalnya dari pengurus atau  majelis Gereja Katolik dan Gereja Toraja begitu suka rela “menyumbangkan" pikiran dan tenaga dalam kepanitiaan sekaligus penggunaan aula Gereja sebagai media pendidikan, dakwah dan  syiar umat Islam -li i'laai kalimatillah- melalui musabaqah tilawah dan hifdz Qur'an dan Hadis Rasul merupakan wujud toleransi dan harmoni kerukunan umat yang hakiki dan sejati.

Dalam kajian kerukunan umat beragama, filosofi dan hakikat toleransi umat beragama itu jika terpenuhi tiga unsur yakni pertama keyakinan adanya perbedaan; kedua sikap saling menghormati terhadap perbedaan; ketiga adanya perilaku kerjasama yang saling memberi dan menerima (take and give) dengan niat dan tujuan hidup bersama, interaksi bersama dan sukses bersama, yang tidak sama sekali menghitung “untung ruginya”.

STQH “Toraja” Tahun 2019 ini yang rencananya dibuka secara resmi oleh Gubernur Sulawesi Selatan yang dihadiri oleh para tokoh umat beragama “to maraja-nya" Sulawesi Selatan antara lain shohibul bait Bupati, Wakil Bupati Tana Toraja, Ketua dan Anggota DPRD Tana Toraja, Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Prof Muhammadiyah Amin, Kakanwil Kemenag Sulsel H. Anwar Abubakar dan undangan penting lainnya, saya yakini akan meraih sukses besar, di samping sukses pelaksanaan, sukses prestasi, juga akan memperlihatkan kepada dunia akan sukses kerukunan, toleransi dan harmoni umat beragama sebagai syarat terwujudkan pembangunan manusia yang berkualitas, berkeadilan dan bermartabat sekaligus menjadi wahana turunnya berkah dan rahmat Tuhan di bumi NKRI, khususnya Sulawesi Selatan.

Kondisi yang begini baik karena hadirnya komunikasi batin yang terjadi di bawah komando “tiga imam besar" yaitu Gubernur Sulsel Prof Dr. Nurdin Abdullah, M.Agr., Bupati Tana Toraja Ir. Nicodemus Biringkanae dan Kakanwil Agama Sulsel H. Anwar Abubakar, M.Pd serta hadirnya sikap dan perilaku “sami'na wa atho'na" dalam kehidupan umat beragama kepada imam atau pemimpinnya.

Tana Toraja, -maaf menurut pandangan saya- merupakan terminologi simpel (qaulan layyinan) namun memiliki makna filosofi dan kearifan lokal Sulawesi Selatan yang luar biasa dalamnya. Kata “Toraja” bisa berasal dari bahasa Bugis “to riaja" yang berarti orang yang tinggal di negeri atau daratan tinggi, karena memang Tana Toraja berada di ketinggian ; bisa juga dari kata “tau raja" yang berarti orang raja atau bangsawan; namun dari aspek sosiologis-filosofis “Toraja" memiliki makna “to maraja", orang yang memiliki kedudukan tinggi karena kebaikan hati, pikiran dan perilakunya semakna dengan istilah “to malebbi, to madeceng, to makessing, to maraja, to macinnong, to makanjak”. Selamat Ber-STQH, Semoga Sukses, Tutupnya (Wrd)


Wilayah LAINNYA