Dari Lauhil Mahfuz Ke Pegunungan Latimojong: Pesan Mendalam Kakankemenag Luwu Tentang Arti Musafir Kehidupan
Kontributor
Latimojong (Kemenag Luwu) ‒ Pada 23 November 2025, pukul 20.00 Waktu
Latimojong. Dalam kesejukan malam pegunungan yang memeluk kecamatan Latimojong,
Plt. Kakankemenag Kabupaten Luwu, Drs. H. Jufri, MA, kembali menjejakkan langka
untuk menghadiri pengajian rutin Majelis Taklim Kecamatan Latimojong yang akan
dilanjutkan keesokan harinya dengan kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev)
KUA Kec. Latimojong. Kehadirannya membawa kehangatan nilai, nasihat, dan
keberkahan yang mengalir lembut seperti angain malam yang menyentuh pucuk-pucuk
daun.
Pada kesempatan itu, Kasi Bimas Islam, H. Andi Baso Aqil Nas, bersama para
staf, turut hadir dan mendampingi dengan para Kepala Desa se- Kecamatan
Latimojong serta jamaah Majelis Taklim. Mereka bersama-sama menyimak hikmah
yang mengalir dalam kebersamaan malam penuh keteduhan.
Kakankemenag Luwu mengungkapkan kebahagiaan mendalam karena diberi
kesempatan kedua kalinya untuk kembali menapakkan kaki di Latimojong, setelah
kembali mengemban amanah sebagai Plt. Kakankemenag Kabupaten Luwu.
“Alhamdulillah,” ungkapnya, “Sesungguhnya Tuhan telah menakdirkan kita
berkumpul di tempat ini sebagai tanda bahwa kita adalah satu rumpun; kita
berasal dari alam yang sama, dari lauhil mahfuz, tempat Allah mencatat segala
takdir hamba-Nya: rezeki, jodoh, perjalanan hidup, bahkan usia. Dari sanalah
asal mula kita semua, hingga dikelompokkan dalam ikatan-ikatan yang tidak
selalu dihubungkan oleh darah, namun dipersatukan oleh takdir. Karena itu,
meski kita berbeda keluarga dan kampung halaman, kedekatan hati di antara kita
adalah bukti bahwa kita berasal dari rumpun yang sama.
Dari alam lauhil mahfuz, manusia kemudian berpindah ke alam rahim ibu
selama sembilan bulan sepuluh hari, sebuah perjalanan sunyi, namun penuh
penjagaan.
Ia juga menyampaikan bahwa masyarakat Latimojong dari dahulu telah dikenal
sebagai penjaga, pencipta pengetahuan. Bahkan konon, salah satu profesor
pertama di Luwu Raya berasal dari Latimojong. “Meski Latomojong berada di
wilayah pegunngan dan jauh dari keramaian, justru di sinilah pendidikan tumbuh
lebih awal di bandingkan banyak tempat lain.”
Kemudian tibalah manusia di alam dunia, alam fana yang menjadi persinggahan
penuh perjuangan. Kita lahir tanpa membawa apa-apa, tanpa fasilitas apa pun
selain kasih sayang kedua orang tua yang kemampuan dan kesempatannya
berbeda-beda. Ada yang diberi kemudahan dalam hitungan hari, minggu, bulan,
bahkan tahun, namun semuanya adalah bagian dari perjalanan yang penuh makna.
“Karena itu,” lanjut H. Jufri, “kita harus menyadari bahwa Tuhan
menciptakan kita dengan tugas besar: mengabdi dan menghambakan diri kepada
Allah SWT. Baik melalui ibadah yang disyariatkan maupun melalui amal-amal
kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Kita dituntun oleh Kitab-Nya, Rasul-Nya,
dan adab-adab yang harus kita jalankan dengan ketawadhuan.”
Ia mengibaratkan manusia sebagai musafir dari lauhil mahfuz menuju rahim
ibu, lalu singgah di dunia untuk mengumpulkan bekal. Bekal itu diperlukan untuk
perjalanan berikutnya menuju alam barzakh dan alam akhirat. “Sebanyak apa pun
yang kita punya di dunia, tidak ada yang bisa kita bawa kecuali amal.”
Syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji bagi yang mampu adalah bentuk
ketaatan yang menjaga hubungan kita dengan Allah SWT. Hubungan ini tidak boleh
diragukan, dimanapun berada, kita harus senantiasan mengingat Allah SWT. Sebab
Dialah yang memberikan hidup, kesehatan, dan nikmat yang tak terhitung
jumlahnya.
H. Jufri juga meyakini bahwa jamaah yang hadir malam ini telah menempuh
perjalanan sejauh kurang lebih tiga kilo meter, sebagian berjalan kaki dalam
kegelapan, meninggalkan keluarga demi silaturrahmi dan mencari ridha Allah.
“Barang siapa mendatangi majelis seperti ini, Allah akan memberinya pahala yang
nilainya seperti dua Gunung Uhud,” ujarnya.
Sebelum menutup tausiyah, H. Jufri berpesan, “Jika bapak dan ibu telah
memanen hasil kebun, jangan lupa beramal. Sebagian untuk dunia, sebagian untuk
akhirat. Sebab harta tidak kita bawa pulang ke akhirat, tetapi dapat dikirim
melalui amal jariyah, zakat, infak, atau melalui imam masjid. Jangan sia-siakan
waktu, sebab setiap detik adalah kesempatan menanam bekal untuk kehidupan yang
kekal. Isl/Um.