Ismail Cawidu Ajak Pengawas Dan Penyuluh Agama Cegah Intoleransi Di Medsos
Kontributor
MAKASSAR, KEMENAG SULSEL - Staf Khusus Menteri Agama RI, Bidang Kebijakan Publik, Media, Hubungan Masyarakat dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, H. Ismail Cawidu menyerukan peran aktif Kelompok Kerja Pengawas dan Penyuluh lintas agama dalam mencegah intoleransi di era digital.
Pesan ini disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Internalisasi Ajaran Agama dalam Peningkatan Peran Guru Pendidikan, Pengawas, dan Penyuluh Lintas Agama" yang diselenggarakan Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama di Makassar, Kamis 11 September 2025.
“Di tengah akselerasi media saat ini, Pengawas dan Penyuluh harus ambil bagian dalam pencegahan perilaku intoleran, khususnya di media sosial,” ujar Ismail.
Menurutnya, literasi digital sangat penting bagi pengawas dan penyuluh. Mereka perlu memahami cara mengelola media sosial, mengenali karakter platform, serta menyampaikan pesan yang sesuai dengan audiens.
“Gunakan medsos untuk mencerahkan dan memotivasi, bukan untuk menyebarkan hoaks,” tegasnya.
Dalam konteks kebijakan open sky policy yang membuka lebar arus informasi, Ismail Cawidu mengingatkan pentingnya verifikasi informasi sebelum disebarkan.
"Pastikan validitas informasi sebelum anda bagikan. Jangan sampai kita menjadi penyebar hoaks. Sebaliknya, mari kita ciptakan konten yang mencerahkan, memotivasi, dan memperkuat kerukunan antarumat beragama," tambahnya.
Ismail menegaskan bahwa pencegahan intoleransi jauh lebih krusial daripada penanganan konflik yang telah terjadi. Salah satu langkah strategis adalah meningkatkan literasi digital di kalangan Pengawas dan Penyuluh Agama.
Ia juga menyoroti peran vital guru dan pengawas dalam menanamkan nilai moderasi beragama, antara lain melalui pemahaman Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, penanaman nilai kesetaraan antaragama kepada siswa, keterlibatan dalam mediasi konflik sosial-keagamaan, serta pemberdayaan komunitas.
Mengambil teladan dari sejarah, Ismail Cawidu mencontohkan Piagam Najran yang dibuat pada masa Rasulullah SAW, di mana umat Nasrani dijamin hak-haknya, termasuk kebebasan beribadah dan perlindungan tempat ibadah.
"Ini adalah contoh nyata yang patut kita aplikasikan dalam konteks kehidupan berbangsa dan beragama saat ini," jelasnya.
Ismail juga menyinggung contoh kontemporer seperti Deklarasi Istiqlal yang lahir dari pertemuan Imam Besar Masjid Istiqlal dengan Paus Fransiskus, sebagai manifestasi komitmen lintas iman dalam menjaga perdamaian dan persaudaraan.
Diketahui, FGD yang diikuti 85 peserta dari berbagai latar belakang ini bertujuan memperkuat kerukunan umat beragama di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan. (AB)