Provinsi

Berkah MQK, Geliat Ekonomi Di Bumi Lamaddukelleng

Foto Kontributor
Andi Baly

Kontributor

Minggu, 05 Oktober 2025
...

WAJO, KEMENAG SULSEL — Tak hanya kitab yang dibaca, tapi juga denyut ekonomi yang ikut berputar. Di tengah lantunan doa dan kajian kitab kuning, geliat ekonomi rakyat kecil terasa hidup di Bumi Lamaddukelleng, julukan Kota Sengkang, Kabupaten Wajo.

Penyelenggaraan Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) 2025 bukan hanya jadi ruang syiar keilmuan pesantren, tapi juga menjadi berkah bagi pelaku usaha kecil di Kota Sengkang dan sekitarnya.

Selama sepekan, 2–7 Oktober 2025, ribuan santri, kiai, dan kafilah dari 34 provinsi serta 10 negara memadati Bumi Lamaddukelleng. Kehadiran mereka mengubah ritme kota menjadi lebih semarak. Warung makan ramai, penginapan penuh, dan lapak suvenir tak pernah sepi pembeli.

“Alhamdulillah, ramai sekali. Sejak hari pertama MQKI, penjualan bisa naik dua sampai tiga kali lipat,” ujar Nurhayati, penjual minuman dingin yang lapaknya berdiri tak jauh dari arena kegiatan.

Di tangan mungilnya, es sarabba dan camilan khas Bugis laris manis menandai rezeki yang ikut mengalir bersama semangat keagamaan.

Di sisi lain arena, Rahman, pemilik usaha kaos dan suvenir Islami, sibuk melayani pembeli yang datang dari luar provinsi.

“MQKI bukan cuma syiar agama, tapi juga membawa rezeki bagi kami,” katanya dengan mata berbinar.

Bagi warga Wajo, perhelatan nasional ini menghadirkan sesuatu yang lebih dari sekadar kompetisi kitab kuning. Ia menumbuhkan rasa kebersamaan dan semangat gotong royong dalam bentuk paling nyata: ekonomi rakyat yang bergerak.

Kakanwil Kemenag Sulsel, H. Ali Yafid, menilai fenomena ini sebagai bukti bahwa kegiatan keagamaan dapat memberi dampak luas bagi masyarakat.

“MQK menghidupkan dua hal sekaligus, yaitu semangat literasi keislaman dan ekonomi kerakyatan. Ini contoh bahwa syiar agama bisa menjadi energi sosial yang menyejahterakan,” ujarnya, Minggu 5 Oktober 2025.

Ali Yafid juga mengapresiasi antusiasme masyarakat Wajo yang turut menjaga semangat kebersamaan selama pelaksanaan MQKI.

“Kami bangga melihat masyarakat begitu terbuka dan ramah. Kehadiran ribuan santri ini menjadi keberkahan kolektif. Bukan hanya untuk dunia pesantren, tapi juga untuk ekonomi lokal,” imbuhnya.

Di sela keramaian, aroma sokko, barongko, dan jajanan Bugis tradisional tercium dari tenda-tenda kecil. Para pedagang kuliner memanfaatkan momentum ini untuk memperkenalkan cita rasa Wajo kepada tamu dari berbagai daerah. Lapak-lapak sederhana menjelma menjadi etalase budaya dan ekonomi rakyat yang hidup.

“MQKI bukan hanya tentang membaca kitab, tapi juga tentang keberkahan yang meluas. Santrinya dapat ilmu, masyarakatnya dapat rezeki,” tutur seorang tokoh masyarakat setempat.

Ketika perhelatan usai, banyak pelaku UMKM berharap agar kegiatan serupa terus digelar di tahun-tahun mendatang. Di mata mereka, MQKI bukan sekadar lomba keagamaan, tetapi juga ruang bertemunya ilmu, iman, dan ekonomI, sebuah pertautan indah antara dakwah yang menyejukkan dan rezeki yang menghidupkan.  (AB)

Editor: Andi Baly

Terpopuler

Terbaru

Menu Aksesibilitas
Ukuran Font
Default