Kakankemenag Makassar: Kurikulum Berbasis Cinta Strategi Bangun Kerukunan Sejak Dini

Kontributor

Makassar (Kemenag Makassar) — Kepala Kantor Kementerian Agama (Kakankemenag) Kota Makassar, H. Irman, menjadi narasumber dalam Dialog Kerukunan Lintas Agama Tingkat Kota Makassar Tahun 2025 yang digelar oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Makassar. Kegiatan ini mengusung tema “Makassar Mulia: Harmoni dalam Keberagaman” dan dilaksanakan di Hotel Sultan Alauddin & Convention Center UIN Alauddin Makassar, Kamis (31/7/2025).
Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Kabag Kesra Kota Makassar, Ketua FKUB Kota Makassar, para ketua majelis agama se-Kota Makassar, pengurus FKUB, serta Kasi PD Pontren Kemenag Kota Makassar, Hasan Pinang.
Dalam paparannya, H. Irman menekankan bahwa kerukunan tidak bisa hanya dibangun dari atas, tetapi harus tumbuh dari akar, yaitu pendidikan. Ia memperkenalkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang baru-baru ini diluncurkan oleh Menteri Agama RI sebagai upaya sistemik membangun harmoni lintas umat dan budaya.
"Kurikulum Berbasis Cinta bukan mengganti mata pelajaran, tapi mengintegrasikan nilai-nilai cinta dan toleransi ke dalam pembelajaran. Ini adalah pendekatan strategis dalam menyelesaikan persoalan diskriminasi, konflik sosial, dan ketidakadilan, baik lokal maupun global,” ujar H. Irman.
Ia menambahkan bahwa semua guru, bukan hanya guru agama atau guru BK, harus menjadi agen penanaman nilai Panca Cinta — lima nilai utama dalam Kurikulum Berbasis Cinta — yaitu:
1. Cinta kepada Allah dan Rasul,
2. Cinta Ilmu,
3. Cinta Lingkungan,
4. Cinta Diri dan Sesama,
5. Cinta Tanah Air.
"Panca Cinta adalah strategi menjaga kerukunan melalui pendidikan. Ini bukan semata tugas guru agama, tapi seluruh pendidik harus terlibat dalam membentuk karakter siswa," tegasnya.
H. Irman juga menyoroti pentingnya pendekatan budaya dalam menyelesaikan potensi konflik sosial di Makassar. Ia menyebutkan bahwa permasalahan yang terjadi seringkali bukan soal agama, melainkan gesekan antar kelompok internal.
“Pendekatan budaya harus dimaksimalkan. Di Makassar, isu kerukunan sering bukan karena perbedaan agama, tapi karena kurangnya pemahaman dan komunikasi antar kelompok. Maka FKUB harus hadir hingga tingkat kelurahan dan kecamatan sebagai deteksi dini konflik,” tambahnya.
Ia juga menyampaikan pandangannya terkait pendirian rumah ibadah, yang menurutnya perlu mempertimbangkan pendekatan budaya di samping aturan teknis dari SKB Tiga Menteri.
“Sosialisasi Panca Cinta harus dimulai dari masyarakat, terutama lewat pendidikan. FKUB bisa menjadi garda depan menjaga harmoni jika diperluas jaringannya hingga tingkat bawah,” tutupnya.