Provinsi

Kemabruran Petugas Haji Di Balik Layanan Tulus

Foto Kontributor
Mawardi

Kontributor

Senin, 28 April 2025
...



Oleh: Afifuddin Harisah

Konsultan ibadah haji Sektor Mekkah 2023-2024

Ketua Seksi Pemantapan Petugas haji Embarkasi UPG/Makassar Tahun 2025



Saat membayangkan ibadah haji, yang terlintas biasanya thawaf, wukuf, dan melempar jumrah. Semua itu memang puncak ritual fisik dan spiritual. Tapi, ada satu jalan menuju haji mabrur yang sering terlupakan: melayani jamaah haji dengan tulus dan ikhlas.

Rasulullah SAW bersabda,

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad, Thabrani, Daruquthni)

Dalam konteks haji, siapa yang lebih utama di sisi Allah: orang yang sibuk dengan thawafnya sendiri atau yang menunda thawaf demi membantu seorang nenek renta?

 

Kisah Hasan bin Ali: Menunda Thawaf untuk Menolong

Hasan bin Ali r.a., cucu Rasulullah, suatu hari tengah asyik thawaf. Tapi ketika melihat seorang kakek kelelahan, beliau menghentikan thawafnya, lalu mendampingi hingga selesai. Hasan memahami bahwa membantu hamba Allah di Tanah Haram lebih utama dalam situasi itu daripada meneruskan thawafnya.

Haji bukan hanya soal menyelesaikan ritual pribadi. Haji adalah tentang kepekaan sosial dan kepedulian kepada sesama tamu Allah.

 

Uwais Al-Qarni: Melayani dalam Kesunyian

Uwais al-Qarni, sosok zuhud yang doanya mustajab, dikenal senyap melayani jamaah haji. Ia membantu peziarah yang kelelahan, mengangkat barang bawaan, dan menolong yang kesulitan — tanpa mencari pujian atau pengakuan. Ia mengajarkan bahwa dalam haji, amal sosial tak kalah penting dari amal ritual.

Melalui sikapnya, Uwais mengingatkan kita: semakin banyak kita meringankan beban orang lain, semakin ringan pula perjalanan kita menuju keridaan Allah.

 

Petugas Haji: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Di masa kini, para petugas haji — dari pembimbing, ketua kloter, tim medis, logistik, akomodasi, hingga relawan PHD— sejatinya sedang menapaki jalan kemabruran. Setiap langkah mereka menuntun jamaah, setiap sabar menghadapi keluhan, dan setiap tenaga yang tercurah untuk membantu, semua tercatat sebagai amal besar.

Sering kali, para petugas harus mengorbankan shalat berjamaah di Masjidil Haram atau melewatkan ziarah sunnah demi mendampingi jamaah yang sakit atau tersesat. Tapi justru di situlah letak kemuliaannya. Karena melayani tamu Allah adalah bentuk ibadah yang sangat dicintai Allah.

 

Kemabruran Itu Ada di Hati

Haji mabrur tidak hanya dinilai dari banyaknya thawaf atau panjangnya doa. Ia diukur dari sejauh mana kita menjadi rahmat bagi sesama jamaah. Allah tidak hanya melihat betapa tekunnya kita beribadah untuk diri sendiri, tapi juga sejauh mana kita memudahkan urusan orang lain di tanah suci-Nya.

Bagi petugas haji, ini adalah ladang pahala yang luas. Setiap sabar dalam pelayanan, setiap senyum yang menguatkan, setiap uluran tangan yang memudahkan — semua itu membangun tangga kemabruran.


Sabda Nabi Muhammad SAW,

"Barang siapa memudahkan urusan orang lain, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat."(HR. Muslim)


Melayani jamaah haji bukan sekadar tugas administratif, melainkan bentuk ibadah luar biasa. Kalau tubuh terasa lelah, ingatlah Hasan bin Ali yang rela menunda thawafnya. Kalau hati terasa berat, kenanglah Uwais al-Qarni yang mengangkat beban orang lain dengan ikhlas.

Kemabruran bukan sekadar harapan kosong. Ia nyata, sedang dirajut setiap hari melalui pelayanan penuh cinta kepada para tamu Allah.

Teruslah melayani dengan sabar dan ikhlas. Karena di antara Anda, para pelayan jamaah haji, ada yang Allah pilih menjadi penghuni surga — bukan hanya karena banyaknya ibadah ritual, tetapi karena luasnya cinta dan bakti kepada sesama. Atau bisa jadi ada yang ditarik oleh jamaah haji lansia renta yang pernah ia bantu dan papah untuk menemaninya di surga.

Editor: Mawardi

Terpopuler

Terbaru

Menu Aksesibilitas
Ukuran Font
Default