Mantan Menteri Agama KH. Said Aqil: MQK Adalah Nikmat Besar Yang Harus Disyukuri

Kontributor

Wajo, (Kemenag Parepare) – Ratusan jemaah memadati Masjid Agung Ummul Qura, Sengkang, Kabupaten Wajo, saat mantan Menteri Agama, KH. Said Aqil, menyampaikan khutbah Jumat yang sarat pesan keagamaan sekaligus motivasi untuk menyukseskan Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional (MQKN) ke-8 dan Internasional ke-1.
Dalam khutbahnya, KH. Said Aqil membuka dengan mengingatkan
kembali kisah Nabi Sulaiman yang begitu bersyukur atas nikmat Allah, bahkan
ketika mendengar perintah ratu semut yang melindungi koloninya dari pasukan
berkuda. Nabi Sulaiman pun menengadahkan tangan, berlinang air mata, memohon kepada
Allah agar dimasukkan ke dalam golongan hamba-hamba yang sedikit namun tetap
bersyukur.
“Sedikit sekali di antara hamba-Ku yang bersyukur,” kutip
KH. Said Aqil dari firman Allah. Ia menegaskan bahwa rasa syukur harus terus
dihidupkan, baik pada masa Nabi Daud dan Sulaiman, maupun dalam kehidupan umat
saat ini.
KH. Said Aqil juga mengangkat kisah negeri Saba yang dikenal
dengan kemakmuran dan keindahan alamnya. Allah menggambarkan negeri itu sebagai
baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, sebuah negeri yang penuh nikmat dan dalam
ampunan Allah. Namun ketika penduduknya kufur dan melupakan karunia, Allah mencabut
seluruh kenikmatan itu.
“Sejarah ini jadi pelajaran. Nikmat Allah bisa datang, tapi
bisa pula dicabut ketika kita kufur. Karena itu MQKN ini harus kita pandang
sebagai nikmat yang wajib disyukuri, bukan sekadar acara rutin,” ujarnya.
Lebih jauh, KH. Said Aqil menegaskan bahwa MQKN adalah
momentum besar untuk melestarikan karya ulama terdahulu. Ia menyebut banyak
kitab klasik karya ulama Nusantara yang tersimpan di perpustakaan luar negeri,
termasuk di Leiden, Belanda.
“Para ulama kita menulis dengan penuh dedikasi. Kiai Ahmad
Sanusi misalnya, seorang pejuang yang menulis lebih dari 70 kitab. Ada juga
manuskrip-manuskrip ulama kita yang masih tersimpan di Eropa. Semua itu adalah
khazanah keilmuan yang harus diwariskan ke generasi santri,” jelasnya.
Ia mengisahkan seorang peneliti Belanda pernah datang untuk
menulis biografi ayahnya, namun syaratnya harus mengembalikan manuskrip asli
karya ulama Nusantara yang kini tersimpan di sana. “Kitab-kitab turats itu
bukan sekadar bacaan, tapi bekal untuk mencetak generasi ulama yang berilmu
sekaligus berakhlak mulia,” tambahnya.
Mengutip tafsir, KH. Said Aqil menegaskan bahwa Nabi
Muhammad SAW tidak rela jika ada umatnya hidup dalam kebodohan. Karena itu
orang berilmu memiliki empat keistimewaan yakni: Mendapatkan husnul khatimah; Dijamin
masuk surga saat dibangkitkan; Diselamatkan ketika menyeberangi shirathal
mustaqim; dan Menerima pahala yang setara dengan para nabi.
“MQKN ini insya Allah akan melahirkan ulama masa depan,
anak-anak yang menguasai berbagai bidang ilmu dengan sanad keilmuan yang jelas
dan bersambung,” tegasnya.
Di akhir khutbah, KH. Said Aqil mengingatkan jemaah dengan
firman Allah: “Bertaqwalah kamu kepada Allah, dan persiapkanlah untuk hari
esok.” Ia menegaskan bahwa keberhasilan MQKN nasional dan internasional akan
menjadi ladang pahala, bukan hanya bagi panitia, tapi juga bagi semua yang
turut menyukseskannya.
“Yakinlah, apa yang kita kerjakan untuk kebaikan, maka itu
akan bernilai pahala di sisi Allah,” pungkasnya.
Kehadiran mantan Menteri Agama ini di Wajo menjadi momen
bersejarah. Bukan hanya karena khutbah Jumatnya yang penuh renungan, tetapi
juga karena kehadirannya dalam mendukung suksesnya MQKN Internasional yang
pertama kali digelar di Indonesia.(Abul/Wn)