Menghidupkan Kembali Roh Spiritualitas Leluhur Di Tengah Budaya Toleransi Toraja

Kontributor
Oleh: [Immank Pakata]
Kembalinya pelaksanaan Ma' Palapa Bugi' di Randan Batu setelah 20 tahun absen adalah lebih dari sekadar acara keagamaan. Ia adalah bentuk kebangkitan spiritual dan budaya, sekaligus refleksi bahwa akar tradisi masyarakat Hindu di Tana Toraja masih hidup dan kuat tertanam.
Toleransi yang telah menjadi ciri khas masyarakat Toraja menjadi fondasi utama terselenggaranya acara ini. Pernyataan dari Pembimas Hindu Simon Kendek Paranda yang menekankan pentingnya introspeksi terhadap Tuhan dan alam, memperlihatkan bahwa spiritualitas bukan hanya tentang ritual, tetapi kesadaran akan keharmonisan dengan semesta.
Sambutan hangat dari perwakilan Kementerian Agama dan kehadiran tokoh-tokoh penting seperti Ketua PHDI Sulsel dan Tana Toraja menunjukkan bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat masih memungkinkan untuk mendorong pelestarian budaya dan agama.
Namun, ini baru langkah awal. Jika pemerintah daerah serius ingin menjaga warisan budaya seperti Ma' Palapa Bugi’, maka diperlukan komitmen jangka panjang dalam bentuk dukungan anggaran, pelatihan, hingga integrasi pendidikan berbasis kearifan lokal. Generasi muda perlu diberi ruang untuk belajar dan mengambil peran.
Karena sejatinya, kebudayaan yang tidak diwariskan adalah kebudayaan yang perlahan menghilang. Dan kegiatan seperti Ma' Palapa Bugi’ adalah napas yang menghidupkan kembali ruh spiritualitas dan budaya leluhur kita.