Provinsi

Menjadi Ibu Yang Kuat: Cegah Stunting Untuk Generasi Emas

Foto Kontributor
Fatri Andy

Kontributor

Rabu, 17 Desember 2025
...

Menjadi Ibu yang Kuat: 

Cegah Stunting untuk Generasi Emas

oleh:

Miguel Dharmadjie, S.T., CPS®, CCDd®

Penyuluh Agama Buddha Non PNS  

 

Sukhā matteyyatā loke, atho petteyyatā sukhā; 

sukhā sāmaññatā loke, atho brahmaññatā sukhā. 

Berlaku baik terhadap ibu, berlaku baik terhadap ayah, juga merupakan kebahagiaan. Berlaku baik terhadap pertapa merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini, 

berlaku baik terhadap para Ariya juga merupakan kebahagiaan. 

(Dhammapada, Syair 332)

Hari Ibu diperingati setiap tanggal 22 Desember. Awalnya, Hari Ibu diperingati untuk mengenang jasa dan semangat kaum perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Kini, Hari Ibu diperingati untuk menghargai jasa-jasa kaum ibu dalam berbagai hal. Serta untuk menyatakan cinta kasih kepada para ibu.

Kita semua dilahirkan dari seorang ibu. Ibu adalah sosok yang sangat dihormati. Sebagai inspirator dalam keluarga dan masyarakat. 

Karenanya, ibu memiliki peran yang sangat penting dan tanggungjawab yang sangat besar dalam keluarga. Baik bagi suami maupun anak-anaknya. Selain mengatur urusan dan pekerjaan rumah tangga yang tidak ringan. Juga, dalam membangun kasih sayang, kehangatan dan kebahagiaan dalam keluarga. 

Peran penting seorang ibu dalam keluarga telah dimulai. Sejak dirinya memilih dan memutuskan menjalani kehidupan berumahtangga. Tanggungjawab sebagai seorang istri dan juga sebagai seorang calon ibu telah mulai dipikulnya. 

Bersama suami, seorang istri memastikan keberlangsungan hidup keluarga agar berjalan baik. Dengan menjaga pola hidup sehat dan bernilai, menjamin kebersihan lingkungan, serta  mengkonsumsi nutrisi yang tepat. Juga, rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan menjaga kesehatan mental keluarga. Demi melahirkan anak-anak yang sehat, cerdas dan bijaksana.  

Berbagai upaya tersebut adalah bagian penting pencegahan stunting. Stunting dipahami bukan semata masalah tinggi badan anak yang lebih pendek dari standar usianya. Melainkan gangguan pertumbuhan yang berdampak pada kemampuan belajar, perkembangan otak, hingga kualitas hidup di masa depan.

Pencegahan stunting merupakan bagian strategis dalam mewujudkan visi nasional Indonesia Maju menuju Indonesia Emas 2045. Yang menuntut ketersediaan sumber daya manusia berkualitas, sehat, dan berdaya saing. Karenanya upaya pencegahan stunting harus dilakukan secara terencana dan berkelanjutan. 

Stunting bukan hanya persoalan fisik. Tetapi hasil dari kurangnya perhatian jangka panjang terhadap gizi, kasih sayang, dan lingkungan pengasuhan. Untuk itu, orang tua sangatlah berperan penting dalam menentukan tumbuh-kembang fisik dan mental anak.

Jika seorang ayah berperan penting dalam menjaga keamanan dan kebersihan rumah, memenuhi kebutuhan keluarga, serta terlibat langsung dalam pengasuhan di dalam keluarga. Maka, seorang ibu berperan penting untuk memastikan gizi selama kehamilan, memberikan ASI eksklusif, dan menciptakan kedekatan emosional penuh cinta kasih. 

Pencegahan stunting adalah praktik langsung cinta kasih dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Mengubah cinta menjadi aksi nyata melalui pengasuhan penuh perhatian; pada masa pra kehamilan, kehamilan, hingga tumbuh kembang anak. 

Untuk itu kesehatan anak harus dipertahankan sejak awal kehidupan. Karena merawat kesehatan anak adalah bagian dari kewajiban moral sebagai orang tua.

Ajaran Buddha mengajarkan bahwa seorang ibu memiliki kedudukan yang terhormat. Diilustrasikan sebagai tangga untuk naik ke surga (paramasakha). Sebagai makhluk yang tertinggi (Brahma) dan seorang yang telah mencapai penerangan sempurna (Arahat).

Ibu menjadi guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sosok yang paling berperan membentuk karakter dan etika moral anak-anaknya. Kualitas diri dan moral seorang ibu akan sangat mempengaruhi kualitas anak-anaknya; sejak masih dalam kandungan hingga telah lahir.

Sutta tentang cinta kasih (Karaniyametta Sutta) menjelaskan cinta kasih seorang ibu terhadap anaknya: 

“Sebagaimana seorang ibu mempertaruhkan jiwanya, melindungi putra tunggalnya. Demikianlah terhadap semua makhluk, kembangkan pikiran cinta kasih tanpa batas”. 

Cinta kasih seorang ibu tak lekang oleh waktu, tanpa batas, dan tanpa syarat. Seorang ibu rela mempertaruhkan jiwanya untuk keselamatan anak-anaknya. Sejak anaknya belum lahir hingga anaknya telah lahir. Tanpa seorang ibu, seorang anak tidak akan memperoleh cinta kasih dan kasih sayang secara sempurna.

Ibu dan anak memiliki ikatan emosional yang sangat kuat. Seorang ibu senantiasa mendoakan dan mengajarkan anak-anaknya. Agar kelak menjadi anak yang bijak dan bajik. Serta menjadi anak yang sehat dan bahagia. 

Seorang ibu memiliki jasa yang amat besar. Dalam mengasuh, membesarkan, mendidik, dan membimbing anak-anaknya. Memberikan banyak nasihat dan petuah kepada anaknya sedari kecil; sebagai bekal menyongsong masa depan. 

Mengajarkan anak-anaknya untuk memiliki rasa malu berbuat jahat (hiri) dan takut akan akibat dari perbuatan jahat (ottappa). Mencegah anak-anaknya berbuat jahat yang dapat merugikan diri sendiri dan juga merugikan orang lain. 

Menganjurkan anak-anaknya berbuat baik bukan hanya kepada diri sendiri, tetapi juga berbuat baik kepada orang lain. Serta menanamkan nilai-nilai luhur Dhamma ajaran Buddha untuk dipraktikkan oleh anak-anaknya sedari kecil dalam kehidupan sehari-hari. 

Nasihat dan petuah itu menjadi bukti kecintaan ibu kepada anaknya. Akan terpatri dan membekas dalam ingatan anaknya, menjadi semangat baginya dalam menghadapi kehidupan.

Jasa orang tua sangatlah besar dan sulit untuk terbalas oleh anak-anak selama hidupnya. Dalam Anguttara Nikaya Bab IV ayat 2, Sang Buddha memberikan perumpamaan: 

“Bila seorang anak menggendong ayahnya di pundak kiri dan ibunya di pundak kanan selama seratus tahun. Maka, anak tersebut belum cukup untuk membalas jasa kebaikan yang mendalam dari orang tuanya”.

Menjadi kewajiban seorang anak agar dapat mengungkapkan wujud rasa bakti nan tulus. Menghargai dan memuliakan ibunya sebagai orang yang sangat berjasa besar dalam hidupnya. Mengembangkan cinta kasih tanpa batas kepada semua makhluk; laksana cinta kasih seorang ibu kepada anaknya. 

Dari seorang ibu yang mempraktikkan nilai-nilai luhur Dhamma, akan lahir anak-anak yang memiliki karakter dan etika moral yang baik. Melahirkan generasi emas yang bermoral, berkualitas, sehat, dan berdaya saing.

Jadilah sosok ibu yang kuat, teguh, tulus dan tekun mempraktikkan Dhamma dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.

Selamat Hari Ibu. Terima kasih atas jasa perjuangan dan kebajikan para ibu dimanapun berada. Semoga para ibu senantiasa terberkahi kesehatan, semua cita-cita luhur tercapai dan berbahagia selalu. 

Semoga semua makhluk berbahagia.*(mi_dhata)

 

Biodata Penulis:

NamaMiguel Dharmadjie, S.T., CPS®, CCDd®

Profesi: Pembicara Publik, Dhammaduta, Penyuluh Agama Buddha Non PNS, Penyuluh   Informasi Publik (PIP), dan Penulis.

 

Editor: Andi Baly

Terpopuler

Terbaru

Menu Aksesibilitas
Ukuran Font
Default