Cinta Dan Kerukunan: Pesan Buddha Untuk Kita Semua
Kontributor
Cinta dan Kerukunan: Pesan Buddha untuk Kita
Semua
By.: Marjo
Begitu juga perbuatan-perbuatan baik
yang telah dilakukan akan menyambut pelakunya yang telah pergi dari dunia ini
ke dunia selanjutnya, seperti keluarga yang menyambut pulangnya orang tercinta.
(Syair
Dhammapada, Piya Vagga: 220)
Dalam kehidupan masyarakat
yang penuh keberagaman, cinta kasih dan kerukunan merupakan dua nilai yang
tidak pernah pudar oleh waktu. Kedua nilai ini
menjadi fondasi terciptanya kedamaian dan keharmonisan, baik di keluarga,
komunitas, maupun bangsa. Dalam ajaran Buddha Dhamma, cinta kasih (mettā) dan kerukunan (samagga) memiliki peranan penting untuk menuntun manusia agar dapat hidup
bersama dalam suasana saling menghormati dan saling mendukung.
Cinta dalam Buddha Dhamma
dipahami sebagai mettā, yaitu cinta kasih
yang tulus, universal, dan tidak terbatas pada golongan atau mahkluk tertentu. Cinta ini tidak menuntut balasan, tidak menimbulkan
keterikatan, dan tidak diskriminatif. Seperti yang diajarkan dalam Karaniya
Mettā Sutta, cinta kasih hendaknya dipancarkan kepada semua makhluk
tanpa kecuali, bagaikan matahari yang menyinari seluruh alam tanpa memilih
tempat. Inilah bentuk cinta yang mampu meruntuhkan sekat-sekat perbedaan.
Samagga juga menjadi ajaran penting dalam Dhamma. Sang Buddha menekankan
bahwa persatuan adalah sumber kebahagiaan dan kekuatan, sedangkan perpecahan
adalah awal dari penderitaan. Dalam Sāmagāma Sutta, Beliau mengajarkan bahwa harmoni, kebersamaan, dan kerja sama
akan membawa kebahagiaan, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
maupun bernegara. Hidup rukun bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan bagi semua
manusia.
Nilai cinta dan kerukunan
yang diajarkan Sang Buddha sejalan dengan visi Kementerian Agama yang saat ini
digerakkan melalui Asta Protas Menteri
Agama. Salah satu yang digaungkan adalah Meningkatkan Kerukunan dan Cinta Kemanusiaan. Hal ini menunjukkan
bahwa praktik Dhamma tidak hanya membimbing umat Buddha menuju kebahagiaan
pribadi, tetapi juga mengajak umat menjadi agen kedamaian dan kerukunan
dalam kehidupan berbangsa.
Mettā, sebagai wujud
cinta kasih universal, sejalan dengan semangat moderasi beragama yang menolak
sikap ekstrem, intoleran, dan diskriminatif. Dengan menumbuhkan cinta kasih,
umat Buddha akan lebih mudah menerima perbedaan, menyebarkan sikap welas asih,
dan menciptakan kedamaian. Sementara itu, kerukunan mendukung untuk membangun harmoni sosial yang kokoh. Kerukunan
yang dijalani dengan tulus akan membuat masyarakat lebih solid dalam menghadapi
tantangan bersama.
Dalam kehidupan sehari-hari,
cinta kasih dapat diwujudkan dengan hal sederhana, seperti berbicara dengan
penuh hormat, membantu sesama tanpa memandang latar belakang, serta menyebarkan
kebaikan tanpa pamrih. Kerukunan pun bisa ditumbuhkan dengan saling mendengarkan,
bekerja sama dalam kegiatan kemasyarakatan, serta menghargai perbedaan
pandangan. Inilah implementasi nyata yang memperkuat transformasi layanan keagamaan
yang inklusif dan humanis, sebagaimana dicanangkan
dalam Asta Protas Menteri Agama.
Lebih jauh, umat Buddha
dapat menjadikan cinta kasih dan kerukunan sebagai kontribusi nyata dalam
mewujudkan Asta Protas Menteri Agama. Misalnya,
dengan berperan aktif dalam program moderasi beragama, ikut serta dalam dialog
lintas iman, serta mendukung setiap upaya pemerintah dalam membangun pelayanan
keagamaan yang inklusif. Dengan demikian, nilai-nilai luhur Buddha Dhamma
tidak hanya dipraktikkan dalam lingkup vihara, tetapi juga dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Ketika cinta kasih dan
kerukunan dijalankan secara bersama-sama, maka akan lahirlah kedamaian sejati.
Cinta kasih tanpa kerukunan hanya berhenti pada niat baik, sedangkan kerukunan
tanpa cinta kasih akan mudah rapuh. Oleh karena itu, keduanya harus saling
melengkapi. Dalam konteks yang majemuk, hal ini menjadi sangat penting agar
setiap umat beragama dapat hidup berdampingan dalam suasana harmonis.
Bagi umat Buddha,
mempraktikkan cinta dan kerukunan berarti ikut serta
menjaga persatuan bangsa. Kehadiran umat Buddha yang penuh cinta kasih dan
menjunjung tinggi kerukunan menjadi teladan bahwa agama tidak boleh dijadikan
sumber konflik, melainkan sumber kedamaian. Dengan cara inilah umat Buddha
dapat mewujudkan kontribusi positifnya bagi Indonesia yang damai dan beradab.
Akhirnya, cinta dan
kerukunan dalam Buddha Dhamma menjadi kunci untuk menata kehidupan yang
harmonis. Nilai-nilai ini tidak hanya selaras dengan Asta Protas Menteri Agama, tetapi juga memperkuat komitmen kebangsaan untuk
menjadikan Indonesia sebagai rumah besar bersama yang damai,
rukun, dan penuh kebahagiaan. Dengan mempraktikkan cinta kasih universal dan
kerukunan sejati, umat Buddha dapat berperan aktif dalam menjaga persatuan
bangsa, sekaligus menapaki jalan menuju kebahagiaan yang diajarkan Sang Buddha.
Sumber: www.samaggi-phala.or.id ; https://bthitayanno.wordpress.com