Kemenag Luwu Gelar Penguatan Moderasi Beragama Di Padang Sappa

Kontributor

Padang Sappa (Kemenag Luwu) ‒ Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Luwu menggelar Kegiatan Penguatan Moderasi Beragama
Intern Umat Beragama Tk. Kab. Luwu pada Kamis (12/6/2025), bertempat di Riskal
Cafe Padang Sappa.
Kegiatan ini dihadiri oleh Plh. Kepala Kantor Kemenag Kab. Luwu yang juga
merupakan pengurus MUI, Kasubag TU yang juga mewakili FKUB, Kasi Bimas Islam,
Kepala KUA se- Kab. Luwu, Ketua IPARI Kab. Luwu, Penyuluh Agama Islam se- Kab.
Luwu, Panitia serta pelaksana jabatan fungsional pada Kantor Kementerian Agama
Kab. Luwu.
Dalam sesi pemaparan materi, Drs. H. Armin, M.Sos.I, menyampaikan bahwa
moderasi beragama tidak sekadar tentang toleransi, melainkan juga menyentuh
esensi nilai-nilai spritual dalam menyampaikan ajaran agama.
Ia juga menekankan bahwa penyampai pesan agama tidak harus tampil sebagai
“ujung tombak”, namun cukup menjadi “tangan-tangan mulus” yang menyapa dengan
kelembutan, menyampaikan pesan-pesan keagamaan dengan pendekatan psikologis dan
penuh kearifan.
Lebih lanjut, Armin menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk
memperkuat nilai-nilai dalam kehidupan beragama yang tidak selalu tampak secara
kasat mata, namun dapat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan sosial.
“Nilai itu berbeda dengan prestasi. Nilai tidak selalu bisa diukur secara
fakta, tapi bisa dirasakan manfaatnya seperti air dan emas yang nilainya sangat
kontekstual,” jelasnya.
Selain penguatan moderasi, Armin juga mengajak para penyuluh agama untuk
lebih responsif terhadap isu-isu sosial, seperti penguatan ekonomi syariah dan
pengelolaan zakat, infaq, dan sedekah secara optimal sesuai syariat.
Sementara itu Kasubag TU Kemenag Kab. Luwu, H. Sukardi Yusuf, S.Ag., MM,
dalam pemaparan materinya menekankan pentingnya moderasi beragama melalui
pendekatan sistematis dan inspiratif di tingkat lokal maupun nasional.
“Berbicara tentang moderasi, ada sistem bagus yang bisa diterapkan di
Kantor Urusan Agama (KUA), yakni Early Warning System untuk mendeteksi dini
konflik,” jelas Sukardi. Meski tidak memaparkan secara teknis, ia mencontohkan
beberapa praktis inspiratif sebagai motivasi.
Salah satu contoh nyata datang dari Kecamatan Lamasi Kabupaten Luwu, di
mana dua rumah ibadah berdiri saling berhadapan, hanya dipisahkan oleh sebuah lapangan. “Namun kehidupan
masyarakat di sana tetap harmonis dan damai,”ujarnya.
Contoh lainnya adalah di Jakarta Pusat, tepatnya antara Masjid Istiqlal dan
Gereja Katedral yang berdiri megah berseberangan. “Sudah hampir seabad
berdampingan tanpa konflik. Ini bukti nyata bahwa perbedaan keyakinan tidak
menghalangi kedamaian,”tambahnya.
Ia juga menyebut tentang “Terowongan Silaturrahmi Cita Bangsa”, yang
menghubungkan dua tempat ibadah besar itu. “Jalan bawah tanah ini bukan sekadar
fasilitas, tapi simbol kuat interaksi damai antarumat beragama,”katanya dengan
semangat.
Dengan nada puitis, Sukardi menggambarkan Masjid Istiqlal sebagai sosok
“gagah dan pemimpin”, sementara Gereja Katedral sebagai “cantik dan feminin”.
Ia pun berandai-andai, “Jika keduanya punya roh, mungkin bisa saling jatuh
cinta.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa azan yang berkumandang dari Istiqlal dan
dentang lonceng dari Katedral tak saling mengganggu. “Dua ruh, satu
genggaman,”katanya. “Karena kita semua adalah saudara dalam kemanusiaan.
Ia pun menutup pemaparannya dengan kalimat makna, “Air wudhu dan air baptis
mungkin tak bisa bersatu, tapi kita bisa berdoa bersama, dalam bahasa yang
berbeda, demi perdamaian. Isl/Um.