Kemenag Rilis Tafsir Ayat Al-Qur’an Tentang Pelestarian Lingkungan, Sila Unduh Di Sini..!

Kontributor

Jakarta (Kemenag Sulsel) -- Menteri Agama Nasaruddin Umar hari ini meluncurkan buku terbitan baru Kementerian Agama berjudul Tafsir Ayat-Ayat Ekologi: Membangun Kesadaran Ekoteologis Berbasis Al-Qur’an. Buku ini mengupas tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang alam dan pelestarian lingkungan.
Peresmian buku ini
berlangsung di Gedung Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal (BQMI), Taman Mini
Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Senin (6/10/2025). Karya yang disusun oleh
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) ini hadir sebagai respon terhadap
krisis iklim global yang kian mengkhawatirkan sekaligus sebagai upaya membangun
kesadaran spiritual dalam menjaga bumi.
Menag menyampaikan
bahwa Tafsir Ayat-Ayat Ekologi menjadi momentum penting untuk meneguhkan
kembali pandangan Al-Qur’an tentang kesucian alam. “Alam adalah segala sesuatu
selain Allah. Jika Al-Qur’an merupakan kumpulan ayat mikrokosmos, maka alam
semesta ini adalah kumpulan ayat makrokosmos. Keduanya sama-sama ayat Allah,”
ujarnya.
Hadir, Kepala Badan
Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kemenag M Ali Ramdhani, Dirjen Bimas
Islam Abu Rokhmad, Dirjen Bimas Kristen Jeane Marie Tulung, Dirjen Bimas Buddha
Supriyadi, Atase Kedutaan Saudi Arabia Syaikh Ahmad bin Isa Al-Hazimi, Kepala LPMQ Abdul Azis Shidqi,
Pejabat Eselon II BMBPSDM, Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Thobib
Al-Asyhar.
Menag menegaskan,
karena alam diciptakan oleh Zat yang Maha Suci, maka alam pun memiliki
kesucian. Oleh karena itu, dalam ajaran Islam, setiap tindakan terhadap alam
harus diawali dengan bismillāhirraḥmānirraḥīm.
“Menebang pohon,
menyembelih hewan, atau mengolah bumi harus dilakukan atas nama Allah, bukan
dengan keserakahan manusia,” tutur Menag yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal.
Menag lalu menjelaskan
perbedaan makna bismillah dalam dua dimensi peran manusia. Ketika manusia
sebagai khalifah, bismillah berarti atas nama Allah. Namun ketika manusia
sebagai hamba, bismillah berarti dengan nama Allah. “Dua posisi ini
mengingatkan kita agar tidak sewenang-wenang terhadap alam,” imbuhnya.
Menurutnya, krisis
lingkungan tidak semata disebabkan oleh faktor teknologi atau ekonomi, tetapi
berakar pada hilangnya arah spiritual. “Kerusakan ekologi terjadi karena tidak
adanya tuntunan spiritual. Tanpa arah spiritual, manusia bisa lebih hina dari binatang,”
tegasnya.
Gagasan ekoteologi
Islam, kata Menag, harus menjadi kontribusi besar Indonesia bagi dunia. “Obsesi
kita tidak hanya menggarap Indonesia dengan ekoteologi, tetapi menjadikan dunia
tunduk pada gagasan besar ekoteologi yang lahir dari Kementerian Agama,” tegasnya.
Kehadiran Tafsir
Ayat-Ayat Ekologi diibaratkan Menag sebagai “bayi kecil”. Menag berharap buku
ini bisa tumbuh menjadi karya besar. “Kita bersyukur telah lahir bayi kecil
ini. Saya berharap tahun depan ia tumbuh menjadi empat jilid dan dilengkapi
dengan data-data kuantitatif,” ungkapnya.
Menag juga berpesan
agar buku ini ditindaklanjuti dalam bentuk pembelajaran dan kurikulum. “Saya
minta Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM berkolaborasi dengan
teman-teman di Pendis untuk mengimplementasikan buku ini dalam bentuk kurikulum.
Kita bisa kembangkan fikih lingkungan, ushul fiqh lingkungan, bahkan menambah
kulliyatul khams dengan satu prinsip baru: hifzhul bī’ah (menjaga alam),”
ujarnya.
Kepala Badan Moderasi
Beragama dan Pengembangan SDM Kementerian Agama, Prof. Dr. Muhammad Ali
Ramdhani, menambahkan bahwa peluncuran buku ini sejalan dengan program
prioritas Kemenag dalam memperkuat kesadaran ekoteologi. “Relasi antara manusia
dan lingkungan bukanlah hubungan eksploitasi, melainkan amanah. Kesadaran
ekoteologis harus berangkat dari pemahaman spiritual akan pentingnya merawat
bumi. Buku ini merupakan sumbangan penting dalam khazanah tafsir Al-Qur’an
Indonesia sekaligus kontribusi untuk membangun kesadaran ekologis global,”
ujarnya.
Peluncuran buku ini
menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali peran agama dalam merespons
krisis ekologi. Laporan IPCC 2023 mencatat suhu global telah naik lebih dari
1,1 derajat Celsius sejak era pra-industri. Dampaknya kini nyata: cuaca ekstrem,
krisis pangan, hingga hilangnya keanekaragaman hayati. Data Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, pada 2024 Indonesia kehilangan lebih
dari 175 ribu hektar hutan, salah satu laju kehilangan tercepat di dunia.
Di tengah situasi ini,
perspektif ekoteologi Islam menghadirkan pijakan yang kokoh. Alam tidak sekadar
instrumen pemuas kebutuhan manusia, tetapi memiliki nilai intrinsik dan tujuan
penciptaannya sendiri.
Buku Tafsir Ayat-Ayat Ekologi ini dapat diakses secara digital melalui laman resmi: https://pustakalajnah.kemenag.go.id/