Menembus Batas Ilmu: Fadila Tunnisa Basri Temukan Makna Pendidikan Di MAN 1 Kota Parepare

Kontributor

Parepare, (Kemenag Parepare) - Di balik bangunan sederhana dan atmosfer akademik yang menggugah di MAN 1 Kota Parepare, tersimpan semangat pembaruan yang tak pernah padam. Semangat itu kembali menyala melalui langkah kecil namun berarti dari seorang mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah, IAIN Parepare bernama Fadila Tunnisa Basri.
Sebagai bagian dari tugas skripsinya, Fadila Tunnisa Basri
melaksanakan observasi dan wawancara mendalam di ruang inspirasi yang dikenal
dengan nama Lolipop, akronim cerdas dari Lego Inspirasi Para Pemikir. Di
sinilah ide-ide tak hanya tumbuh, tapi juga menemukan sayap untuk terbang
tinggi.
Dalam pertemuan yang hangat namun penuh makna, Fadila
Tunnisa Basri berkesempatan mewawancarai Khayadi, seorang pendidik yang bukan
hanya mengajar, tapi juga membentuk, membimbing, dan menghidupkan jiwa
pendidikan yang hakiki.
Dengan tutur kata yang lugas dan penuh semangat, Khayadi
menegaskan bahwa pendidikan sejati bukan sekadar transfer ilmu, melainkan
transformasi akhlak dan karakter.
“Ilmu tanpa akhlak ibarat pedang tanpa pemegang. Tajam, tapi
membahayakan,” ujarnya tegas, Kamis, 12 Juni 2025.
Ia melanjutkan bahwa pendidikan yang ideal adalah harmoni
antara IQ (kecerdasan intelektual), EQ (kecerdasan emosional), dan SQ
(kecerdasan spiritual) fondasi utama dalam tiga ranah pendidikan kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Ketiganya bukan sekadar teori, melainkan nafas dari setiap
proses belajar yang bermakna.
Tak hanya itu, Khayadi menyoroti urgensi penyeimbangan
antara hard skill dan soft skill dalam dunia pendidikan.
“Kita sedang hidup di era yang tak cukup hanya dengan
pintar, tapi juga harus bijak dan tangguh. Diksi dalam pendidikan kini harus
disesuaikan dengan arah kecerdasan yang lebih utuh,” ungkapnya mantap.
Fadila Tunnisa Basri, dalam refleksi singkatnya, menyatakan
kekagumannya terhadap ilmu dan pengalaman yang ia dapatkan di MAN 1.
“Saya tidak hanya mendapatkan data, tapi juga mendapatkan
pencerahan. Pendidikan bukan lagi soal angka dan nilai, tapi tentang makna dan
dampak,”ujarnya.
Di balik wawancara sederhana ini, tergambar bahwa api
pendidikan sejati masih menyala, bukan hanya di papan tulis, tetapi dalam dialog,
dalam nilai, dalam karakter. Semoga apa yang dilakukan Fadila Tunnisa Basri
hari ini menjadi inspirasi bagi generasi pencari makna berikutnya.
Dan kepada para pendidik seperti Bapak Khayadi, terima kasih
telah menjaga bara api peradaban ini tetap menyala, bukan untuk membakar, tapi
untuk menerangi.(Akbar/Wn)