BRUS KUA Bontoa Dan BKKBN: Motivasi Siswa Fokus Belajar Dan Hindari Pernikahan Anak

Kontributor

Bontoa (Kemenag Maros)-Kepala KUA Kecamatan Bontoa bersama penyuluh
BKKBN unit Bontoa sinergi memberi motivasi kepada siswa siswi MA DDI Cambalagi
dalam kegiatan Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS).
Kepala KUA Bontoa Muzakkir, membuka forum dengan
menyampaikan urgensi kegiatan. "BRUS ini dirancang untuk para remaja
seusia kalian, untuk menumbuhkan kesadaran bahwa usia kalian masih saatnya
fokus belajar dan berkarya. Dan belum saatnya memikirkan pernikahan,” kata
Muzakkir, Rabu (7/5/2025).
“Program Bimwin, bimbingan yang diperuntukkan bagi calon
pengantin masih butuh kegiatan pra untuk menekan angka perceraian, sehingga
anak-anakku sekalian dibekali sejak dini melalui BRUS ini," lanjutnya.
"Yang grafik angka perceraian semakin meningkat
didominasi oleh usia pernikahan yang masih dini.”
"Kenapa pemerintah menetapkan usia pernikahan 19 tahun
baik laki-laki maupun perempuan, karena di usia ini anak-anakku sekalian sudah
dianggap mulai dewasa, sehingga ketika menjalani rumah tangga tidak lagi labil,
ada masalah sedikit cerai.
"Padahal keutuhan sebuah negara dimulai dari keutuhan
sebuah keluarga. Sedangkan kalian semua sepuluh, dua puluh tahun kemudian
adalah pelanjut estafet negara, jika anak-anakku sekalian tidak siap maka jadi
apa negara kita, jika isinya keluarga broken, status keturunannya tidak jelas,
kerjanya kawin cerai."
Selanjutnya Kepala KUA Muzakkir, menyampaikan bahwa agama
dan negara menghendaki pernikahan itu menciptakan keluarga sakinah, mawaddah
warahmah. “Dan menghasilkan keturunan yang bisa dibanggakan dan berkualitas. Bukan
generasi yang lemah."
Penyuluh BKKBN Nurhayati, menambahkan dampak pernikahan usia
di bawah 19 tahun terhadap kesehatan dan masa depan remaja.
Diawali dengan salam genre sebagai ice breaking dan
menjelaskan makna dari salam genre tersebut. "Zero atau katakan tidak pada
tiga yaitu narkoba, seks bebas dan perkawinan anak."
"Jika negara menetapkan usia pernikahan 19 tahun, BKKBN
justru 21 bagi perempuan dan 25 bagi laki."
"Perempuan 21 tahun, karena pada usia ini perempuan
telah dianggap cukup matang untuk memahami tanggung jawab dan konsekuensi
pernikahan, sedangkan laki-laki 25 tahun, karena pada usia ini laki-laki telah
dianggap cukup stabil secara emosi dan finansial untuk membina rumah tangga.
"Selain itu seusia kalian masih terbilang labil,
gampang terpengaruh dengan sesuatu yang baru, salah satunya dengan pergaulan
bebas. Namanya juga bebas semaunya, tidak mau diatur padahal sangat berdampak
untuk masa depan.
"Salah satu dampak dari pernikahan dini juga beresiko
pada rahim si ibu yang belum siapa dan lahirnya anak stunting.
"Jadi fokus belajar, jadi generasi berencana, ukir
prestasi, lanjut kuliah lalu kerja baru menikah. Jika pun nanti ada yang tidak
bisa lanjut kuliah, tetap belajar melalui majelis taklim, majelis zikir dan
tempat-tempat berkumpul lainnya yang membuat kalian bisa bertumbuh, yang bisa
membuat kalian kelak jadi bapak atau ibu rumah tangga yang berkualitas,” urai
Nurhayati.
Kepala MA DDI Cambalagi Jamil di forum ini menyampaikan
terima kasih dan berharap kegiatan semacam ini bisa terus berlanjut khususnya
di madrasahnya.
Di akhir kegiatan, dari 85 siswa salah satu dari mereka
diminta untuk memberikan testimoni akan kegiatan BRUS ini.
"Alhamdulillah kegiatan ini sangat bagus dan bermanfaat
karena membuka pikiran kita bahwa menikah dini itu belum tepat untuk usia
remaja dan memotivasi kita untuk fokus belajar bukan pacar-pacaran,” ucap Farel.
(Azizah/ulya)