Dari Vihara Ke Viral : Saatnya Lembaga Buddha Naik Kelas Di Dunia Digital

Kontributor

Makassar, Humas Kemenag — Era digital telah menjadi arus utama dalam kehidupan umat beragama. Media sosial bukan lagi sekadar sarana komunikasi, melainkan etalase utama yang mencerminkan wajah lembaga, nilai-nilai ajaran, dan semangat pelayanan umat.
Menyadari pentingnya peran tersebut, Bimas Buddha Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan berkolaborasi dengan DPD Permabudhi Sulsel menyelenggarakan Bimbingan Teknis Tata Kelola Media Sosial untuk lembaga-lembaga agama Buddha se-Sulsel, Minggu (20/7) di Makassar.
Bertempat di Aula Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan, kegiatan ini diikuti 26 peserta dari 13 lembaga dan majelis Buddha, yang terdiri atas perwakilan dari Permabudhi, Magabudhi,Buddhayana, Gemabudhi, Tri Dharma, Madhatantri, I Kuan Tao, Mapanbhumi dan NSBDI.
Kegiatan ini merupakan bentuk nyata komitmen Kanwil Kemenag Sulsel dalam memberdayakan lembaga keagamaan agar adaptif terhadap perkembangan zaman. Pembimas Budha, Sumarjo, dalam sambutannya menegaskan bahwa media sosial hari ini bukan sekadar ruang ekspresi, tapi ruang dakwah, edukasi, dan pembentukan citra positif umat beragama di era keterbukaan informasi.
“Kami ingin lembaga-lembaga Buddha tidak hanya hadir di dunia nyata, tapi juga eksis dan hidup di dunia digital. Inilah era baru pelayanan umat—cepat, real time, dan berdampak luas,” tegas Sumarjo.
Menurutnya, jika lembaga agama ingin tetap relevan di tengah arus informasi yang deras, maka digitalisasi harus menjadi bagian dari strategi komunikasi kelembagaan. Media sosial dapat menjadi jembatan yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai Buddha seperti cinta kasih, kedamaian, dan keharmonisan kepada generasi muda.
“Jangan sampai kegiatan-kegiatan besar dan penuh makna yang sudah dilakukan hanya menjadi kenangan dalam ruangan. Kalau tidak terdokumentasi dan tidak dipublikasikan, publik tidak akan tahu. Ini soal persepsi dan citra,” lanjutnya.
Dalam Bimtek ini, peserta mendapatkan berbagai materi yang dirancang secara aplikatif dan sesuai kebutuhan, antara lain:
• Mindset Sosial Media – Mengubah cara pandang bahwa akun media sosial adalah aset digital yang berharga bagi lembaga.
• Fondasi Profil IG – Teknik membangun profil Instagram yang profesional dan menarik.
• Content Planning – Penyusunan konten pilar agar akun medsos aktif, konsisten, dan mudah dikelola.
• Creating Content – Langkah-langkah membuat konten yang cepat, kreatif, dan efektif menjangkau audiens.
• Optimasi Instagram – Strategi meningkatkan followers, engagement, dan reach untuk memperluas dampak.
Materi disampaikan oleh Syafar Salam, seorang trainer media sosial dan praktisi digital content, yang telah banyak mendampingi lembaga keagamaan dan sosial untuk memperkuat kehadiran mereka di ruang maya.
Dengan gaya penyampaian yang lugas dan interaktif, Syafar berhasil membangun antusiasme peserta. Para peserta diajak memahami bahwa platform seperti Instagram bukan hanya tempat memposting gambar, tetapi arena membangun narasi, pengaruh, dan hubungan emosional dengan umat.
“Media sosial bisa menjadi jembatan antara vihara dan generasi muda. Kalau kita tidak hadir di sana, maka ruang itu akan diisi oleh narasi lain yang belum tentu sejalan dengan nilai ajaran kita,” ujar Syafar.
Semangat kolaborasi dan keterbukaan juga terlihat dari komitmen Ketua DPD Permabudhi Sulsel, Ir. Yonggris, yang turut hadir dan memberikan arahan. Dalam pesannya, ia menekankan bahwa transformasi digital lembaga Buddha bukan sekadar tren, tapi bagian dari misi pelayanan umat yang berkelanjutan.
“Kita ingin semua vihara dan klenteng terus maju. Bukan berjalan sendiri-sendiri, tapi saling support dan melayani umat dengan semangat kebersamaan. Dan hari ini, media sosial adalah wajah utama kita. Kalau wajah ini kosong, maka kita tak tampak di mata publik,” ujar Yonggris.
Ia berharap pelatihan ini dapat memperkuat jaringan antarlembaga, meningkatkan kapasitas pengelolaan media sosial, sekaligus mempererat hubungan dengan umat melalui penyajian konten yang relevan, santun, dan menyentuh hati.
“Kegiatan ini bukan sekadar pelatihan, tapi sebuah langkah strategis untuk naik kelas secara kolektif di dunia digital. Kita tidak bisa ketinggalan. Harus bersama-sama melangkah,” pungkasnya.
Bimtek ini merupakan bagian dari penguatan program pembinaan keagamaan Buddha di Sulawesi Selatan, sekaligus tindak lanjut dari Asta Aksi Moderasi Beragama yang dicanangkan Kementerian Agama Provinsi Sulawesi selatan.
Melalui kegiatan ini, Kanwil Kemenag Sulsel berharap akan lahir para “digital communicator” dari lembaga agama Buddha yang tidak hanya melek teknologi, tapi juga mampu mengemas ajaran luhur dengan cara yang relevan, ramah, dan menyentuh hati publik luas.
Langkah ini diharapkan tidak berhenti di ruang pelatihan, tapi berlanjut ke pengelolaan akun media sosial masing-masing lembaga dengan penuh kesadaran, konsistensi, dan semangat kolaboratif. Dengan demikian, wajah digital umat Buddha dapat tampil lebih hidup, inspiratif, dan mencerminkan nilai-nilai universal yang selama ini dijunjung tinggi. ( Diah )