Provinsi

Kakanwil Bahas Kurikulum Cinta Di Hadapan Ratusan Guru MI Kep. Selayar

Foto Kontributor
Mawardi

Kontributor

Senin, 11 Agustus 2025
...

Benteng (Kemenag Sulsel) – Meskipun secara geografis,Kab. Kepulauan Selayar terdiri 130 Pulau, akan tetapi daerah ini merupakan salah satu kabupaten yang terbanyak Ketiga di Prov. Sulsel yang memiliki Madrasah Negeri mulai tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah yakni 10 Madrasah.

 

Potensi ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Kemenag khususnya dalam menancapkan visi misi dan Program Prioritas Kemenag demi Kemaslahatan Umat, termasuk salah satunya adalah dengan penerapan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang sudah dilaunching bulan Juli 2025 lalu di Asrama Haji Sudiang Makassar.

 

Hal tersebut disampaikan Kakanwil Kemenag Prov. Sulsel saat menyampaikan materi pada kegiatan Workshop Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang dihelat oleh Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah (KKMI) dan Kelompok Kerja Guru Madrasah Ibtidaiyah (KKGMI) tingkat Kemenag Kabupaten Kepulauan Selayar.

 

Selain kakanwil, Kakankemenag Selayar, kabid pendidikan Madrasah dan Ketua KKMI Selayar, Tampak Seratusan Peserta memenuhi Aula Kantor Kemenag Selayar yang terdiri dari Kepala Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Guru MI baik yang Negeri maupun Swasta dibawah binaan dan koordinasi Kementerian Agama Kab. Kepulauan Selayar mengikuti Workshop (Senin, 11 Agustus 2025)

 

Menurut Kakanwil Kemenag Prov. Sulsel H. Ali Yafid, saat ini masih terdapat fenomena, dimana sejumlah pelajar atau siswa yang menunjukkan sikap intoleran, saling menyalahkan, bahkan membenci satu sama lain karena perbedaan keyakinan. Hal ini, kata Ali Yafid, sering kali terjadi tanpa disadari sejak dini. Oleh karena itu, Kurikulum Cinta hadir sebagai solusi melalui insersi nilai-nilai keberagaman dalam berbagai mata pelajaran, khususnya dalam pendidikan Islam di bawah naungan Kementerian Agama.

 

Kurikulum ini, katanya, menekankan empat aspek utama. Pertama, membangun cinta kepada Tuhan (Hablum Minallah). Anak-anak sejak dini dibiasakan memperkuat hubungannya dengan Allah. “Kedua, membangun cinta kepada sesama manusia, apa pun agamanya. Anak-anak harus dibiasakan dengan keberagaman, membangun Hablum Minannas yang kuat,” sebutnya.

 

Selain itu, Kakanwil juga mengutip Bahasa Menteri Agama RI, Prof. KH. Nasaruddin Umar untuk membentuk kepedulian terhadap lingkungan (Hablum Bi’ah). “Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini harus ditangani secara terstruktur dan sistematis. Anak-anak kita harus disadarkan akan pentingnya menjaga bumi, dari sinilah lahir konsep Ekoteologi,” lanjutnya.

 

Keempat, kecintaan terhadap bangsa (Hubbul Wathan). Ini juga menjadi pilar penting dalam kurikulum cinta. “Banyak anak-anak kita yang setelah belajar di luar negeri, justru lebih merasa menjadi orang luar dibandingkan bagian dari bangsanya sendiri. Kita ingin menginsersi agar anak-anak kita tetap berpegang teguh pada akar budayanya,” jelas Ali Yafid.

 

Lebih Lanjut, Kakanwil menjelaskan bahwa Kurikulum Cinta tidak diperkenalkan sebagai mata pelajaran baru, melainkan akan diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran yang sudah ada. Kementerian Agama melalui Ditjen Pendidikan Islam telah menyiapkan buku panduan yang akan menjadi acuan bagi para pendidik dalam menyisipkan nilai-nilai cinta, toleransi, dan spiritualitas ke dalam pembelajaran.

 

Strategi implementasi kurikulum ini akan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Misalnya, di tingkat Pendidikan Raudhatul Athfal (RA/PAUD), dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) metode pembelajaran akan menggunakan permainan dan pembiasaan positif. Sementara itu, di jenjang pendidikan lebih tinggi, pendekatan berbasis pengalaman dan refleksi akan lebih ditekankan.

 

Implementasi Kurikulum Berbasis Cinta diharapkan dapat membawa perubahan nyata dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks keagamaan, hubungan kemanusiaan, maupun keberagaman bangsa. Ali Yafid , menegaskan bahwa keberhasilan kurikulum ini tidak hanya akan diukur dari aspek kognitif, tetapi juga dari perubahan sikap dan perilaku peserta didik.

 

“Kita tidak ingin agama hanya menjadi sesuatu yang normatif, tetapi harus bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari RA, MI hingga perguruan tinggi, kita ingin membentuk individu yang ramah, humanis, nasionalis, dan peduli lingkungan,” Pungkasnya.

 

Seluruh perubahan ke arah yang lebih baik saat ini sangat tergantung dari Para tenaga Pendidik/Guru Madrasah, mulai MI, MTs, MA sampai Perguruan Tinggi, dan itu juga menjadi harapan kami kepada seluruh Guru MI di Kepulauan Selayar,” tutup Kakanwil. (Wrd)

Editor: Mawardi

Terpopuler

Terbaru

Menu Aksesibilitas
Ukuran Font
Default