Kakanwil Bahas Kurikulum Cinta Di Hadapan Ratusan Guru MI Kep. Selayar

Kontributor

Benteng (Kemenag Sulsel) – Meskipun secara geografis,Kab. Kepulauan Selayar terdiri 130 Pulau, akan tetapi daerah ini merupakan salah satu kabupaten yang terbanyak Ketiga di Prov. Sulsel yang memiliki Madrasah Negeri mulai tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah yakni 10 Madrasah.
Potensi
ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Kemenag khususnya dalam menancapkan
visi misi dan Program Prioritas Kemenag demi Kemaslahatan Umat, termasuk salah
satunya adalah dengan penerapan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang sudah
dilaunching bulan Juli 2025 lalu di Asrama Haji Sudiang Makassar.
Hal tersebut
disampaikan Kakanwil Kemenag Prov. Sulsel saat menyampaikan materi pada
kegiatan Workshop Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang dihelat oleh Kelompok Kerja
Madrasah Ibtidaiyah (KKMI) dan Kelompok Kerja Guru Madrasah Ibtidaiyah (KKGMI)
tingkat Kemenag Kabupaten Kepulauan Selayar.
Selain
kakanwil, Kakankemenag Selayar, kabid pendidikan Madrasah dan Ketua KKMI
Selayar, Tampak Seratusan Peserta memenuhi Aula Kantor Kemenag Selayar yang
terdiri dari Kepala Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Guru MI baik yang Negeri
maupun Swasta dibawah binaan dan koordinasi Kementerian Agama Kab. Kepulauan
Selayar mengikuti Workshop (Senin, 11 Agustus 2025)
Menurut
Kakanwil Kemenag Prov. Sulsel H. Ali Yafid, saat ini masih terdapat fenomena,
dimana sejumlah pelajar atau siswa yang menunjukkan sikap intoleran, saling
menyalahkan, bahkan membenci satu sama lain karena perbedaan keyakinan. Hal
ini, kata Ali Yafid, sering kali terjadi tanpa disadari sejak dini. Oleh karena
itu, Kurikulum Cinta hadir sebagai solusi melalui insersi nilai-nilai
keberagaman dalam berbagai mata pelajaran, khususnya dalam pendidikan Islam di
bawah naungan Kementerian Agama.
Kurikulum
ini, katanya, menekankan empat aspek utama. Pertama, membangun cinta kepada
Tuhan (Hablum Minallah). Anak-anak sejak dini dibiasakan memperkuat hubungannya
dengan Allah. “Kedua, membangun cinta kepada sesama manusia, apa pun agamanya.
Anak-anak harus dibiasakan dengan keberagaman, membangun Hablum Minannas yang
kuat,” sebutnya.
Selain
itu, Kakanwil juga mengutip Bahasa Menteri Agama RI, Prof. KH. Nasaruddin Umar
untuk membentuk kepedulian terhadap lingkungan (Hablum Bi’ah). “Kerusakan
lingkungan yang terjadi saat ini harus ditangani secara terstruktur dan
sistematis. Anak-anak kita harus disadarkan akan pentingnya menjaga bumi, dari sinilah
lahir konsep Ekoteologi,” lanjutnya.
Keempat,
kecintaan terhadap bangsa (Hubbul Wathan). Ini juga menjadi pilar penting dalam
kurikulum cinta. “Banyak anak-anak kita yang setelah belajar di luar negeri,
justru lebih merasa menjadi orang luar dibandingkan bagian dari bangsanya
sendiri. Kita ingin menginsersi agar anak-anak kita tetap berpegang teguh pada
akar budayanya,” jelas Ali Yafid.
Lebih
Lanjut, Kakanwil menjelaskan bahwa Kurikulum Cinta tidak diperkenalkan sebagai
mata pelajaran baru, melainkan akan diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran
yang sudah ada. Kementerian Agama melalui Ditjen Pendidikan Islam telah
menyiapkan buku panduan yang akan menjadi acuan bagi para pendidik dalam
menyisipkan nilai-nilai cinta, toleransi, dan spiritualitas ke dalam
pembelajaran.
Strategi
implementasi kurikulum ini akan disesuaikan dengan jenjang pendidikan.
Misalnya, di tingkat Pendidikan Raudhatul Athfal (RA/PAUD), dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) metode pembelajaran akan menggunakan permainan dan pembiasaan
positif. Sementara itu, di jenjang pendidikan lebih tinggi, pendekatan berbasis
pengalaman dan refleksi akan lebih ditekankan.
Implementasi
Kurikulum Berbasis Cinta diharapkan dapat membawa perubahan nyata dalam
kehidupan sosial, baik dalam konteks keagamaan, hubungan kemanusiaan, maupun
keberagaman bangsa. Ali Yafid , menegaskan bahwa keberhasilan kurikulum ini
tidak hanya akan diukur dari aspek kognitif, tetapi juga dari perubahan sikap
dan perilaku peserta didik.
“Kita
tidak ingin agama hanya menjadi sesuatu yang normatif, tetapi harus bisa
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari RA, MI hingga
perguruan tinggi, kita ingin membentuk individu yang ramah, humanis,
nasionalis, dan peduli lingkungan,” Pungkasnya.
Seluruh
perubahan ke arah yang lebih baik saat ini sangat tergantung dari Para tenaga
Pendidik/Guru Madrasah, mulai MI, MTs, MA sampai Perguruan Tinggi, dan itu juga
menjadi harapan kami kepada seluruh Guru MI di Kepulauan Selayar,” tutup Kakanwil.
(Wrd)