Keterbatasan Fisik Bukan Penghalang Semangat Sudirman Cerdaskan Generasi

Kontributor

Manuju (Kemenag Gowa). Ditengah terik mentari, belasan anak berjalan beriringan menapaki jalan setapak menuju sebuah rumah kayu kecil di pinggiran kampung. Belaian angin lembut dan kicauan burung mengiringi perjalanan anak-anak itu dengan ceria.
Sore itu, Ahad (29/6/2025), sesekali mereka saling bercanda dan berkejaran. Keringat yang mengucur deras dan hembusan nafas yang sudah tidak teratur tak sedikitpun menyurutkan semangat mereka untuk terus berjalan menuju gubuk yang telah nampak dari kejauhan.
Gubuk kecil itu adalah rumah milik Sudirman guru mengaji berusia 30 tahun yang sejak 2016 mengabdikan diri mengajar anak-anak kampung mengenal huruf Hijaiyah sampai lancar mengaji dan tamat TKA/TPA.
Meski hanya tamatan sekolah dasar, semangatnya membumbung tinggi melebihi gedung perguruan tinggi yang menjulang tinggi di sudut-sudut negeri.
Dari mulut lembutnya setiap hari terucap "Alif Ba Ta" yang menjadi jembatan penyambung bagi anak kampung dari buta aksara Al-Qur'an menjadi lancar mengaji dan cinta Al-Qur'an.
Kurang lebih sembilan tahun Sudirman telah memaksa diri untuk mengucap huruf Hijaiyah dan melantunkan ayat suci Al-Qur'an setiap hari dari Senin sampai Sabtu yang dimulai dari pukul 13.00 sampai 17.00 WITA. Kesulitan menggerakkan anggota tubuh dan mengucap kata, membuatnya kesulitan bahkan hanya untuk sekedar mengucap basmalah.
Meski dengan kondisi fisik yang tidak sempurna, ia telah menyempurnakan usahanya dalam mencerdaskan anak kampung dalam segala keterbatasannya. Bukan hanya keterbatasan fisik, ia juga kurang beruntung dalam hal ekonomi.
Dalam keadaan kekurangan ekonomi, Sudirman tak pernah mematok tarif untuk jasanya mengajar mengaji. Semua ia jalani dengan penuh keikhlasan dan semangat perjuangan. Pembayaran infaq mengaji seikhlasnya dari orangtua santri.
Saat ini santrinya berjumlah 31 orang. Yang berasal dari dua kampung yakni RW Lojong Dusun Siriya Desa Sicini Kecamatan Parigi dan RW Munte-munte Dusun Patte'ne Desa Tamalatea Kecamatan Manuju.
Rumahnya sendiri berada di perbatasan kedua kampung sehingga berada di titik tengah yang membuat akses ke rumahnya lebih dekat daripada ke guru mengaji yang lain.
Rumahnya yang kecil tidak mampu menampung seluruh santrinya, sehingga santri lebih banyak belajar di atas Padang rumput depan rumahnya dengan beralaskan tikar.
Sudirman merasa bersyukur karena ada dermawan yang mau membuatkan saung tempatnya mengajar mengaji tanpa takut basah saat hujan turun. Saat ini saung tersebut sedang dalam proses pengerjaan.
Besar harapannya ada dermawan yang mau membuatkan WC di dekat saung yang akan dibangun. Selain rumahnya kecil dan jauh dari pemukiman warga, untuk sekedar WC yang layak saja ia tidak punya.
Sudirman mungkin tidak sempurna di mata manusia dan serba kekurangan dalam hidupnya, tapi ia telah menunjukkan ketulusan dan pengabdian yang tidak bisa dilakukan orang yang berkecukupan dan fisik yang sempurna. Seperti nama TPA-nya "DARUL ISTIQAMAH", Sudirman berharap istiqamah dalam pengabdiannya.
Langkah kecilnya yang tertatih dari ujung kampung, telah mengantar puluhan santri menuju ujian TKA/TPA. Sebagian alumni TKA/TPA nya telah mampu berlari kencang mengejar cita di bangku SMP dan SMA.(Naja/OH)