Dua Boccoe, ( Kemenag Bone) - Di tengah tradisi dan keyakinan lokal yang kuat, sebuah peristiwa istimewa terjadi di Dusun Arakarae, Desa Laccori, Kecamatan Dua Boccoe, Kabupaten Bone. Pada hari pertama tahun baru Islam, tepat 1 Muharram, telah dilangsungkan prosesi akad nikah yang dipimpin langsung oleh Penghulu dari KUA Dua Boccoe, Sulmuddin. kamis, 26 Juni 2025
Pelaksanaan akad nikah ini menjadi momentum penting karena menentang anggapan lama sebagian masyarakat Bugis yang menghindari bulan Muharram untuk melangsungkan pernikahan. Dalam tradisi masyarakat Bugis, khususnya di Bone, bulan Muharram yang juga dikenal sebagai bulan Suro, dipandang sebagai bulan yang tidak baik untuk memulai kehidupan rumah tangga. Kepercayaan ini menyebut bahwa menikah di bulan ini bisa mendatangkan kesialan, ketidakcocokan pasangan, bahkan perceraian.
Namun demikian, kepercayaan ini tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam. Dalam pelaksanaan akad tersebut, Sulmuddin selaku penghulu sekaligus tokoh agama setempat, memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar bahwa tidak ada larangan syariat mengenai waktu atau bulan dalam pelaksanaan pernikahan. Justru seiring perkembangan zaman dan meningkatnya pemahaman keagamaan, masyarakat mulai terbuka dan berpikir kritis terhadap mitos-mitos lama yang tidak memiliki dalil.
Penyuluh Agama Islam KUA Dua Boccoe, Muhammad Ashar, turut hadir dan menegaskan hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa larangan menikah di bulan Suro atau Muharram bukan hanya ditemukan di Bugis atau Indonesia, namun juga terdapat di kawasan Timur Tengah seperti Mesir. “Sebagian orang di sana menganggap bahwa menikah di bulan ini membawa keburukan, bahkan ada yang mengharamkannya. Padahal, tidak ada dalil sahih yang mendukung pandangan tersebut,” jelasnya.
Ia menambahkan, “Dalam Islam, tidak dikenal waktu sial untuk menikah. Bahkan Rasulullah ﷺ menikahkan putrinya, Sayyidah Fatimah, pada bulan Syawal. Hal itu untuk membantah kepercayaan masyarakat Jahiliyah bahwa Syawal adalah bulan yang tidak baik untuk menikah.”
Pandangan ini sejalan dengan fatwa dari Dar al-Ifta’ Mesir yang menegaskan:
ومهما يكن من شىء فلا ينبغى التشاؤم بالعقد فى أى يوم ولا فى أى شهر، لا فى شوال ولا فى المحرم ولا فى صفر ولا فى غير ذلك، حيث لم يرد نص يمنع الزواج فى أى وقت من الأوقات ما عدا الإحرام بالحج أو العمرة
“Bagaimanapun juga, tidak boleh ada anggapan kesialan dalam pernikahan yang dilakukan pada hari atau bulan tertentu seperti pada bulan Syawal, Muharram, Shafar, dan lain-lain. Tidak ada dalil yang melarang pernikahan di waktu tersebut kecuali saat ihram dalam haji atau umrah.”
(Fatawa Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah 10/25)
Dengan pemahaman yang semakin luas, kini masyarakat Bugis di Bone mulai membuka diri dan perlahan meninggalkan kepercayaan yang tidak sesuai dengan tuntunan agama. Pelaksanaan akad nikah di bulan Muharram ini menjadi bukti nyata perubahan pemikiran masyarakat yang berlandaskan pada ilmu dan syariat, bukan semata tradisi.
Semoga pernikahan yang dilaksanakan di awal tahun hijriah ini menjadi contoh positif bagi masyarakat luas, sekaligus menandai dimulainya kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah bagi pasangan pengantin. (Ashar/Ahdi)