Baku Maudu Di Bontomarannu, Antara Nilai Agama Dan Budaya
Kontributor
Bontomarannu (Kemenag Gowa) -- Rabiul Awal bagi umat Islam adalah bulan yang memiliki keutamaan selain dari bulan Ramadhan. Bulan dimana lahirnya sosok mulia, Muhammad SAW yaitu Nabi yang diutus untuk seluruh umat manusia. Mengeluarkan mereka dari gelap gulitanya kejahilian menuju cahaya Islam.
Kelahiran Nabi Muhammad sering sekali disebut Maulid atau Maudu dalam bahasa Makassar. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, Maulid ini diperingati dengan meriah dengan kekhasan yang berbeda dengan daerah lain.
Maulid muncul pada abad ke 11 Hijriah. Dan berkembang ke beberapa daerah seiring dengan masuk Islamnya penduduk negeri tersebut. Percampuran budaya dan Agama sangat mewarnai kegiatan ini.
Maudu awalnya berkembang di daerah Cikoang Kabupaten Takalar kemudian berkembang ke Kabupaten Gowa, Makassar dan sekitarnya. Perayaan ini diwarnai denga membawa Baku Maudu'.
Baku atau bakul yakni suatu wadah dari daun lontar. Sedang Maudu berarti Maulid. Karena sudah langka dan mahal Baku ini diganti dengan ember yang dihias menggunakan kertas kraf, lebih praktis dan ekonomis.
Isi Baku Maudu biasanya terdiri dari nasi yang dimasak setengah matang. Namun belakangan digantikan dengan beras, selain itu ada Songkolo, ayam goreng, ikan goreng dan beberapa masakan khas tergantung besaran dana yang dimiliki.
Bagi sebagian masyarakat masih menjadikan sebagai suatu keharusan bagi dirinya dan keluarga. Karena menganggap sebagai bekal nanti di akhirat. Seiring waktu, kesakralan Baku Maudu sudah mulai bergeser. Dengan bertambah berkembangnya pemikiran mereka dan semakin luasnya pemahaman agama, sehingga doktrin itu semakin terkikis.
Sehingga perayaan Maulid dibeberapa tempat tidak lagi dengan tukar Baku Maudu. Yang rawan perselisihan ketika isi bakunya berbeda satu sama lain.
MT. Al Kautsar merayakan Maulid di Masjid Nurul Haq Lantebung Desa Pakatto, Selasa (16/9/2025). Majlis Taklim dibawah binaan Mustakim, pensiunan Penyuluh KUA Bontomarannu yang kemudian diserahkan ke Nurjiah Umar.
Betapa bahagianya pegawai KUA Kec. Bontomarannu ketika Nurjiah, Penyuluh Agama Islam KUA Bontomarannu membawa pulang Baku Maudu. Pemberian dari salah satu anggota MT, sebagai tamu kehormatan dan guru yang membina mereka dalam membaca Al Qur'an.
Perayaan Maulid bukan hanya momentum ritual penuh dengan doa dan lantunan Shalawat. Lebih dari iitu ia merupakan kesempatan reflektif untuk menggali hikmah kelahiran Nabi Muhammad sebagai utusan Allah. Salah satu hikmah terbesar adalah perubahan besar bagi peradaban manusia dari masyarakat jahiliah menuju masyarakat Islam yang mulia.(Ida/OH)