Daerah

Dari Barru Untuk Indonesia: Komitmen Bersama Cegah Konflik Keagamaan

Kamis, 24 Juli 2025
...

Barru, 24 Juli 2025 -- Kakan Kemenag Kab. Barru, Dr. H. Jamaruddin, M.Ag., diwakili oleh Kasi Bimas Islam, Dr. H. Muhlis Hakim, S.Pd.I., MM., membuka sekaligus mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan. Dengan tema "Merawat Kebersamaan, Meneguhkan Moderasi Beragama di Tengah Keberagaman". 

Turut hadir dalam kegiatan ini adalah Ketua Tim Bina Paham Urais Kanwil Sulsel, Dr. H. Nurdin, S.Ag., yang mewakili Kakanwil Sulsel, Rektor ITBA Al Gazali sekaligus Ketua Dewan Pendidikan Kab. Barru, Prof. Dr. H. Kamaruddin Hasan, M.Pd., Kasi Intel Kejari Kab. Barru, Deri Fuad Rachman, S.H., Kepala KUA se-Kab. Barru, perwakilan dari Kadis Kesbangpol Barru, perwakilan organisasi masyarakat, para penyuluh agama islam serta staf Bimas dan Humas Kemenag Barru. 

Muhlis Hakim memulai kegiatan dengan menekankan bahwa FGD ini walaupun terasa santai tapi merupakan kegiatan nasional yang diadakan di seluruh kab./kota dan melibatkan berbagai stakeholder dan perwakilan masyarakat. 

Pada sesi akhir acara akan dibagikan link kuesioner langsung dari Kemenag RI yang diharapkan untuk diisi sebagai bagian dari pemetaan pemahaman terkait tema yang diangkat sekaligus melacak progres para peserta setelah materi diberikan. "Ada juga sesi tanya jawab untuk memantik diskusi dan bagaimana nanti kita bertukar pikiran," tambahnya. 

Tujuan kegiatan ini adalah sebagai langkah dalam memberikan akses kepada masyarakat untuk menyatukan semangat kebersamaan dan tidak menjadikan perbedaan sebagai rintangan. "Terima kasih kepada 3 narasumber yang akan membantu kita mencapai itu, dan tentu saja kepada para peserta yang telah hadir hari ini," ucap Muhlis Hakim. 

Dalam penjelasannya sebagai pemateri pertama, H. Nurdin turut menambahkan latar belakang terkait kegiatan ini. Selain bersifat nasional, kegiatan ini juga bagian dari turunan Asta Aksi Presiden dan Wakil Presiden RI, serta Asta Protas Menteri Agama RI yaitu kerukunan inter dan antar umat beragama. Maka jika dilihat secara luas, tentu saja tidak hanya satu instansi yang harus menjalankan, tapi menjadi tanggung jawab bersama. 

Landasan regulasi dalam menjalankan kegiatan ini adalah KMA No. 332 Tahun 2023 dan Keputusan Dirjen Bimas Islam No. 1583, dimana Kepala KUA menjadi Ketua Tim Pencegahan Dini Tingkat Kecamatan, dan posisi seretaris dan staf diisi oleh penghulu dan penyuluh. 

Menurut H. Nurdin, terdapat 3 pembagian zona terkait konflik sosial beragama. Merah, hijau dan kuning. Kab. Barru masuk sebagai salah satu wilayah hijau. Barru termasuk aman dan terkendali. Ia harap Kab. Barru terus mempertahankan prestasi ini jangan sampai berubah menjadi 'kuning' apalagi 'merah'. "Soal deteksi dini apalagi sampai konflik jarang terdengar di Kab. Barru. Kalau ada masalah harus segera dicarikan solusi, jangan tunggu viral menyebar kemana-mana. Inilah pentingnya ada sistem peringatan dini/Early Warning System (EWS) yang segera akan kami launching," ungkapnya. 

Sebagai tokoh pendidikan Kab. Barru, H. Kamaruddin memfokuskan pembahasannya dalam lingkup dunia pendidikan. Ia menegaskan peran penting penyuluh agama yang tidak dapat dinafikan. Khususnya terkait literasi keagamaan dalam melakukan pencegahan bibit konflik dan moderasi keagamaan agar tidak menyimpang. 

Apalagi kondisi intoleran yang kini kian meresahkan. Dari data yang ia miliki, terdapat 41,7% siswa terindikasi intoleran. Ini akan menjadi ladang subur munculnya konflik keagamaan dalam masyarakat di masa depan. Karena setidaknya ada 3 penyebab potensi konflik, yaitu intoleransi umat beragama, radikalisasi ideologi dan minimnya pengetahuan iman. Kehadiran penyuluh agama mampu mengurangi potensi yang tidak diinginkan ini. 

Hal lain yang dapat membantu mengurangi potensi konflik adalah integrasi kurikulum berbasis agama yang mengedepankan pembinaan nalar kritis dan pendidikan karakter yang moderat, memasukkan literasi yang penuh pesan perdamaian dan moderasi di perpustakaan sekolah, kegiatan kolaborasi lintas iman, pelatihan deteksi dini bagi guru dan tokoh agama, dan pemetaan konflik sosial berbasis RT/RW. "Bekerjasama dengan Rohis di sekolah juga bisa menjadi kunci mengurangi potensi konflik," tambah H. Kamaruddin.

Deri Fuad dalam materinya ikut mengamini pentingnya upaya preventif dibanding upaya penyelesaian ketika konflik telah terjadi. Oleh karena itu deteksi dini dengan pemetaan serta mengumpulkan informasi dari berbagai pihak menjadi hal pertama yang harus dilakukan untuk meminimalisir konflik. Semua ini dimulai sejak usia kanak-kanak. 

Apalagi anak-anak sekarang misalnya, sangat dekat dengan teknologi, lebih mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Artinya semakin sulit memberikan mereka perlindungan dari berbagai informasi menyesatkan dan memprovokasi. 

Meskipun demikian orang tua tetap punya andil besar dalam membentuk karakter dan masa depan anak. Maka ketika anak melakukan kesalahan, orang tua tidak boleh lagi semena-mena dan harus bertindak lebih humanis. Pemberian hukuman fisik bukan lagi menjadi pilihan setelah adanya UU Perlindungan Anak. . "Peran orang tua di rumah adalah hal yang utama. Timbulnya konflik juga berawal dari bagaimana anak dididik oleh keluarga di rumah," pungkas Deri Fuad. 

Usai pemberian materi, sesi tanya jawab dibuka dan berlangsung seru dan hangat. Para peserta dan pemateri terlibat aktif dalam menuangkan pikiran mereka seputar tema yang dibahas. Sebelum acara berakhir, ditandatangani Pernyataan Komitmen Bersama oleh perwakilan peserta untuk lebih menegaskan bahwa perjuangan ini siap dilakukan dengan keterlibatan, dukungan, dan dedikasi semua pihak.

(Arga)

Editor: Andi Baly

Terpopuler

Terbaru

Menu Aksesibilitas
Ukuran Font
Default