Daerah

PANGADAKKANG

Foto Kontributor
Onya Hatala

Kontributor

Selasa, 04 Maret 2025 · 00:00 WIB
...

Sebuah bentor tua berhenti tepat di depan gerbang Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa. Seusai transaksi ongkos bentor yang tidak menggunakan Qris, turunlah seorang pria berusia 37 tahun 9 bulan 21 hari.

Si pria yang belum jelas identitasnya itu memakai kemeja batik bermotif buaya jongkok warna hijau bercampur ungu.

Bercelana katun hitam pekat hasil wantex serta sepatu futsal penuh warna, percaya diri melangkah masuk.

Tetiba langkahnya terhenti beberapa meter di pintu. Dibukanya kaca mata yang bertengger di atas hidungnya yang mancung tidak pesek iya.

Ada kumis tipis berjumlah 156 helai berjejer tidak rapi menambah kesan misterius penampilannya. Bibir hitamnya sedikit menyunggingkan senyum.

Matanya berkeliling

mengamati keadaan di sekitar halaman depan kantor. Matanya memandang ke arah bagian atas. Ada plang besar tepat di atas pintu masuk utama kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa.

Ada logo PATONRO dan di bagian bawah ada tulisan berkarakter lontara berwarna merah bertuliskan "PANGADAKKANG".

Di bagian kanan dari plang tersebut terdapat pula logo PUSAKA, berAKHLAK yang merupakan singkatandari "Berorientasi Pelayanan Akuntabel Kompeten Harmonis Loyal Adaptif Kolaboratif" dan juga ada tulisan "Bangga Melayani Bangsa".

Di bagian tengah dari plang besar ada tulisan : "PELAYANAN KEAGAMAAN DIGITAL KANTOR KEMENTERIAN AGAMA GOWA".

Matanya lalu beralih ke sisi kiri, ada kolam ikan dengan arsitektur menyerupai sungai dengan air mengalir di sela-sela batu.

Ikan mas hias berjenis koi (cyprinus rubrofuscus) beragam warna asyik bergerak kesana kemari seakan ikut menyambutnya selaku tamu yang berkunjung.

Di atas kolam terpajang baliho besar bertuliskan : "Anda memasuki kawasan ZONA INTEGRITAS menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) 

Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM)", dengan beberapa logo Bersih Melayani, Tolak Gratifikasi, Berani Jujur Hebat dan No Korupsi.

Lalu di tembok terpasang prasasti Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang diresmikan oleh kepala kantor Kementerian Agama propinsi Sulawesi Selatan DR. H. Ali Yafid., M.Pd.l

Dua anak tangga sejajar dengan jalur khusus bagi penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda. Sebelum menaiki anak tangga pertama, mata si tamu yang belum jelas identitasnya ini tertegun menatap ke arah dalam. 

Terlihat ada patung setengah badan dari pahlawan nasional Sultan Hasanuddin.

Patung ini diapit jejeran meja pelayanan berisi para petugas berpakaian rapi yang siap melayani para tamu dan orang-orang yang memiliki kepentingan.

Si pria yang belum jelas identitasnya ini mengangguk-angguk sembari tersenyum melihat suasana kantor depan kantor.

Belum masuk saja sudah merasa nyaman.

Kantor yang akan dimasukinya ini memberikan kesan awal bahwa kantor ini sangat berkelas.

Bersih.

Nyaman.

Tertata rapi.


Sangat tampak bila kantor ini dipimpin oleh orang tokoh yang memiliki visi yang jelas serta berkarakter progresif.

Hanya pemimpin yang visioner dan progresif sajalah yang bisa merancang segala hal yang statis dan cenderung vakum menjadi dinamis.

Dari hal yang biasa-biasa saja menjadi hal luar biasa.

From zero to hero. 

Tak sabar si tamu segera melangkah masuk.

"Assalamu alaikum, pak," seorang petugas bernama Gelo menyapa ramah si tamu.

"Waalaikum salam."

"Ada yang bisa kami bantu, pak?," suara ramah Gelo bertanya bersamaan dengan gimmick sopan yakni meletakkan tangan di dada dengan gerakan sedikit membungkuk.

"ehh, saya mau mengurus arah kiblat masjid di kampung saya," jawab si tamu agak gelagapan diberi sambutan layaknya tamu agung.

"Kalau begitu, silahkan bapak ke loket yang tertulis BIMAS ISLAM itu ya," tetap dengan senyum dan nada ramah Gelo menunjuk loket.

"Ohya, nama bapak siapa ya?," Gelo melempar pertanyaan standar bagi siapa saja yang datang.

"Rahing, nama saya Rahing, " jawab si tamu sambil mengajak salaman. Gelo menyambut hangat ajakan bersalaman dari sang tamu yang bernama Rahing itu.

"Silahkan Pak Rahing ke loket itu. Ada ibu yang bernama Ridhayani yang akan membantu bapak, " jelasnya kembali. 

Pak Rahing mantap melangkah ke arah loket yang tunjukkan.

"Assalamu alaikum Pak, " suara lembut penuh keramahan keluar dari bibir petugas PTSP.

"Silahkan duduk, pak," sambung petugas berparas manis bernama Ridhayani. 

"Anu, mauka masjidku urus kampung kiblatku," Suara pak Rahing gagap.

Kalimatnya tidak beraturan. 

"Maksud bapak mau mengurus arah kiblat masjid di kampungnya?, " Ridhayani meluruskan kalimat Pak Rahing.

"Iya, iya itu maksud saya," tukas Pak Rahing malu dan sedikit gugup berhadapan dengan petugas yang manis dan sangat ramah.

Tak berselang lama Rahing kemudian beranjak dari kursi yang didudukinya.

Wajahnya sumringah. "Terima kasih, Bu" ucapnya penuh gembira.

Inilah proses sederhana dari pelayanan PTSP.

Ada filosofi yang menjiwai mekanisme alur pelayanan. PANGADAKKANG. 

Ya, PANGADAKKANG adalah Pelayanan Keagamaan Digital Kantor Kementerian Agama Gowa.

Konsep Pangadakkang yang digagas oleh H.Jamaris selaku Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa, bukan konsep pelayanan yang kaku dan artifisial semata melainkan pelayanan yang berbasis filosofi orang Bugis Makassar yang betul-betul menghargai asas kemanusiaan.

Bahwa kita harus saling menghormati.

Bahwa kita harus saling menghargai.

Bahwa kita harus saling menolong.

Bukankah orang yang datang ke kantor kita ini tentulah memiliki urusan.

Bukankah orang yang datang ke kantor kita ini pastilah mempunyai kepentingan.

Mungkin saja mereka terpaksa meninggalkan keluarganya yang lagi sakit hanya karena ingin menyelesaikan urusannya.

Bisa jadi mereka berasal dari tempat yang jauh demi menyelesaikan urusan atau apapun kepentingannya.

Begitu selalu Pak Jamaris mengingatkan para stafnya. Lalu mengapa tidak kita menyambutnya penuh kekeluargaan?

Lalu apa alasan kita untuk tidak membantunya penuh keramahan?

Bukankah mereka keluarga kita juga, kenalan kita juga, warga kita juga.

Kalaupun, ini kalaupun ya, kita tidak bisa membantunya karena ada dokumen yang mereka tidak atau belum dipenuhi, tapi setidaknya mereka tidak kecewa karena kita telah menyambut dan melayani mereka dengan sangat baik dan ramah.

Bahkan kita memberikan petunjuk serta solusi agar urusan mereka akan dapat diselesaikan.

PANGADAKKANG bukan sekedar jargon atau tagline.

PANGADAKKANG adalah filosofi di mana tata krama dan penghargaan kepada siapa saja yang datang berkunjung tanpa kecuali.

Apa yang telah digagas oleh Pak Jamaris tentulah menjadi pengingat bahwa dasar pelayanan adalah penghargaan dan penghormatan.

Setiap orang berhak untuk mendapatkan pelayanan. Fungsi-fungsi pelayanan tidak lagi menjadi sesuatu yang formal dan kaku melainkan menjadi ajang keakraban dalam suasana kekeluargaan.

Tentu saja Pak Jamaris tidak ingin falsafah luhur milik orang Bugis Makassar yakni Pangadakkang menjadi sekedar cerita masa lalu.

Filosofi Pangadakkang harus tetap ada dan menjiwai generasi sekarang dan masa yang akan datang.

Inilah sesungguhnya substansi dari konsep PANGADAKKANG itu.

Sebelum Rahing meninggalkan ruangan PTSP yang adem, kembali dia melebarkan matanya memandang bagian lain.

Ada ruang laktasi bagi ibu yang membawa bayi dan ada pula taman bermain bagi tamu yang membawa anak usia bermain.

Sesaat akan melangkah keluar, kembali Gelo menyapa Rahing.

"Terima kasih sudah berkunjung, Pak Rahing, " ucap Gelo.

"Saya yang berterima kasih. Kantor ini sangat bagus. Pegawainya sangat ramah.

Saya sangat puas, " tutur Rahing tersenyum lebar lengkap dengan 156 helai kumisnya. 

"Sama-sama, Pak Rahing, " tukas Gelo. 

Keduanya lalu saling melempar senyum.

Gelo tersenyum puas melihat Pak Rahing terlihat begitu gembira ketika masuk dan keluar dari kantornya.

Gelo mengingat ungkapan yang biasa didengar di kampungnya yakni : 

ANDA SOPANG

KAMI SEGANG

YA, BUKANG?!

Editor: Mawardi

Terpopuler

Terbaru

Menu Aksesibilitas
Ukuran Font
Default