Provinsi

Transisi Sejarah Haji Indonesia: Dari Kemenag Ke Badan Penyelenggara Haji

Foto Kontributor
Andi Baly

Kontributor

Senin, 18 Agustus 2025
...

Oleh: Andi Baly, S.Sos, MM

HDI Kanwil Kemenag Sulsel, Alumni Ilmu Hubungan Internasional Fisip Unhas

Tahun ini menjadi catatan sejarah penting bagi umat Islam Indonesia. Setelah lebih dari 75 tahun Kementerian Agama mengelola penyelenggaraan haji, tongkat estafet itu secara bertahap akan diserahkan kepada Badan Penyelenggara Haji (BP Haji). Menteri Agama dalam pernyataan perpisahannya menegaskan, pengalihan ini bukan sekadar pemindahan kewenangan, melainkan upaya menata pelayanan haji agar semakin profesional, modern, dan responsif terhadap tantangan global.

"Selama lebih dari tujuh dekade, Kementerian Agama telah mengabdi dalam penyelenggaraan haji. Kini, sudah waktunya kita memberi ruang bagi lembaga baru yang lebih fokus, dengan dukungan SDM, teknologi, dan diplomasi yang kuat," ungkap Menag pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1446 H/2025 M di Serpong, Tangerang, 28 Juli 2025 lalu.

Diplomasi Haji dalam Perspektif Hubungan Internasional

Penyelenggaraan haji tidak bisa dipisahkan dari konteks hubungan internasional. Arab Saudi memegang otoritas penuh atas Tanah Suci, sementara Indonesia adalah negara dengan jamaah haji terbesar di dunia. Inilah yang menjadikan diplomasi haji sebagai ujian bargaining power bangsa.

Dalam perspektif realisme, Indonesia memiliki modal tawar yang kuat melalui jumlah jamaah. Setiap tahun, lebih dari 200 ribu jamaah asal Indonesia hadir di tanah suci. Posisi ini menempatkan Indonesia bukan sekadar peserta, tetapi mitra penting dalam pengelolaan arus haji global. Namun di sisi lain, panjangnya daftar tunggu menunjukkan bahwa kuota masih menjadi masalah serius.

Di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, masa tunggu haji mencapai 49 tahun, sebuah angka yang secara nyata menuntut perjuangan diplomasi lebih kuat agar kuota bisa diperjuangkan dan distribusinya lebih proporsional. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Sulsel. Di Kalimantan Selatan, waktu tunggu rata-rata berada di kisaran 30–35 tahun; di Jawa Timur mencapai 35–40 tahun; sementara di Sulawesi Barat bahkan tembus lebih dari 40 tahun di beberapa kabupaten. Fakta ini menggambarkan betapa besar tekanan antrian jamaah, yang hanya bisa diurai melalui keberhasilan diplomasi kuota dan redistribusi kebijakan haji.

Sementara itu, teori liberalisme menekankan pentingnya kerja sama institusional. Hubungan Indonesia - Arab Saudi dalam konteks haji adalah bentuk complex interdependence: Saudi membutuhkan kepatuhan regulasi jamaah, sementara Indonesia menuntut layanan maksimal. Diplomasi yang berbasis regulasi, kerja sama multilateral, dan kepercayaan menjadi kunci keberhasilan.

Lebih jauh lagi, Indonesia memiliki soft power berupa citra sebagai negara Muslim terbesar dengan praktik Islam moderat. Reputasi ini bisa menjadi modal diplomasi yang halus, memperkuat posisi Indonesia bukan hanya sebagai penerima layanan, tetapi juga sebagai mitra strategis yang dapat memberi kontribusi, seperti digitalisasi manajemen haji dan pembinaan jamaah yang sistematis.

Tantangan dan Harapan untuk BP Haji

Dengan kerangka ini, BP Haji menghadapi tiga tantangan besar:

1. Mengelola bargaining power realistis dengan Arab Saudi melalui diplomasi yang tegas namun elegan.

2. Membangun kerja sama institusional lintas negara dan lintas lembaga agar pelayanan haji lebih terintegrasi.

3. Mengoptimalkan soft power Indonesia melalui reputasi Islam moderat dan pengalaman panjang manajemen jamaah.

Hadis Nabi SAW menegaskan: “Sesungguhnya Allah mencintai apabila seseorang mengerjakan suatu pekerjaan, ia mengerjakannya dengan itqan (profesional dan sungguh-sungguh).” (HR. Thabrani). Profesionalisme dalam diplomasi dan manajemen haji adalah bagian dari ibadah, sekaligus amanah besar negara.

Menanti Payung Hukum

Kepastian transisi penyelenggaraan haji tahun 2026 dari Kemenag ke BP Haji akan sangat ditentukan oleh undang-undang. Proses legislasi antara DPR dan pemerintah sangat menentukan jadi tidaknya peralihan itu. Menag berharap DPR segera memastikannya, mengingat teknis haji sudah harus berjalan. Mulai dari identifikasi calon jamaah, pemesanan tempat di Mina, hingga kontrak layanan di Saudi, semuanya menuntut kepastian sejak dini.

Penutup

Perpisahan Menteri Agama setelah 75 tahun mengelola haji bukanlah akhir, melainkan awal dari babak baru. BP Haji hadir untuk menjawab kompleksitas zaman, memperkuat diplomasi, dan memastikan bahwa setiap jamaah Indonesia dapat menunaikan rukun Islam kelima dengan lebih nyaman, aman, dan bermartabat.

Sukses haji ke depan akan sangat ditentukan oleh kemampuan BP Haji memadukan realisme (posisi tawar), liberalisme (kerja sama), dan soft power (reputasi). Dan di balik semua itu, ada doa dan harapan agar wajah Indonesia sebagai bangsa beriman dan beradab senantiasa terpancar di tanah suci.

Editor: Andi Baly

Terpopuler

Terbaru

Menu Aksesibilitas
Ukuran Font
Default